Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Presiden Joko Widodo menilai kurs rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat bukan lagi tolok ukur yang tepat untuk
melihat kondisi perekonomian Indonesia.
"Menurut saya, itu bukan lagi tolok ukur ekonomi yang tepat," kata
Jokowi dalam kata kunci Sarasehan 100 Ahli Ekonomi Indonesia, di
Jakarta, Selasa.
Menurut Jokowi, tolok ukur yang relevan adalah kurs rupiah dengan
mata uang negara yang menjadi mitra dagang besar bagi Indonesia.
"Yang relevan adalah kurs rupiah dengan mata uang negara mitra
dagang kita yang besar. Jepang, Tiongkok, dengan kurs dua negara itu,"
katanya.
Dia menyebutkan porsi nilai perdagangan Indonesia dengan AS hanya 10
persen sementara dengan Tiongkok 15,5 persen, Eropa 11,4 persen, Jepang
10,7 persen.
Jokowi menyebutkan, dengan Donald Trump
terpilih sebagai presiden Amerika Serikat, praktis seluruh mata uang
dunia melemah. "Bukan hanya rupiah, menurut saya rupiah malah relatif
stabil," kata presiden yang sebelumnya berkiprah sebagai pengusaha
furnitur itu.
Jokowi menyebutkan, saat kampanye terlihat Amerika Serikat akan jalan sendiri termasuk dengan mata uangnya.
"AS tidak peduli apa yang terjadi di negara lain. Mereka akan
menerapkan kebijakan refraksi. Pertumbuhan ekonomi AS akan menguat lagi,
artinya kurs rupiah tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia,
melainkan mencerminkan kebijakan ekonomi AS yang jalan sendiri,"
katanya.
Ia meminta agar persepsi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tidak mendominasi sebagai tolok ukur ekonomi Indonesia.
"Kalau mengukur ekonomi Indonesia dengan dolar Amerika Serikat, kita
akan keliru, padahal ekonomi kita baik-baik saja," katanya
Jokowi: Kurs rupiah-dolar Amerika Serikat bukan tolok ukur ekonomi
Selasa, 6 Desember 2016 11:28 WIB