Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan lima
orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi
pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah pada
tahun 2010 sampai dengan 2011 dan 2012 s.d. 2013.
"Setelah melakukan penyidikan sampai dengan proses persidangan
kemudian saat ini penyidik menemukan tindak pidana korupsi lain yaitu,
pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah tahun
2010 s.d. 2011 dan 2012 s.d. 2013. Dalam penyidikan baru ini ditetapkan
lima orang tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta,
Selasa.
Lima orang tersangka itu terbagi atas dua kasus, yaitu pertama
pengadaan periode 2010 s.d. 2011 tiga orang yang menjadi tersangka
adalah Kepala Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah Periode 2010 s.d. 2011
Heru Siswanto (HS), Direktur Utama PT Berdikari periode 2010 s.d. 2011
Asep Sudrajat Sanusi (ASS) dan Kepala Biro Pembinaan Sumber Daya Hutan
Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah periode 2010 s.d. 2011 Bambang
Wuryanto.
Pengadaan pada periode 2012 s.d. 2013, ada dua tersangka, yaitu
Dirut PT Berdikari Persero periode 2012 s.d. 2013 Librato El Arif (LEA)
dan Kepala Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah periode 2012 s.d. 2013
Teguh Hadi Siswanto (THS).
"HSW, ASS, dan BW, tiga orang pertama diduga telah melakukan
perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau sebuah korporasi dalam kegiatan
pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
periode 2010 s.d. 2011 dan dua tersangka lainnya LEA dan tHS diduga
melakukan hal yang sama namun untuk periode 2012 s.d. 2013," kata Febri.
Atas perbuatan lima tersangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas
UU No. 31/1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau
korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling
banyak Rp1 miliar.
"Perkara ini adalah pengembangan dari perkara sebelumnya, yaitu
penyidikan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait
dengan pengadaan pupuk yang sebelumnya dilakukan oleh SM (Siti Marwa),
pejabat struktrural PT Berdikari periode 2010 s.d. 2012 terkait dengan
pengadaan pupuk di PT Berdikari," kata Febri.
Sudah ada sejumlah tersangka yang diproses dan sebagian sudah divonis bersalah di pengadilan tindak pidana korupsi.
"Yang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah Siti Marwa sejak
Maret 2016, kemudian Budianto Halim Widjaya sejak 26 April 2016, Sri
Astuti (Komisaris PT Timur Alam Raya) tersangka sejak 26 April 2016,
kemudian Aris Hadianto selaku Direktur Utama CV JM (Jaya Mekanotama)
tersangka sejak 20 Juli 2016, masing-masing ada yang divonis 4 tahun dan
3 tahun untuk Sri Astuti masih dalam penuntutan pada tanggal 9 Januari
2017," jelas Febri.
Modus dalam pengadaan ini adalah ada indikasi "mark up" harga pupuk
dan juga ada indikasi sejumlah kerugian keuangan negara yang mengalir
pada sejumlah pihak orang per orang.
"Jadi, ada orang per orang yang diperkaya di sini dan korporasi.
Jadi, indikasi modusnya adalah mark up harga pupuk dan kerugian keuangan
negaranya itu diindikasikan dinikmati orang per orang dan korporasi,"
ungkap Febri.
Kasus tersebut, menurut Febri, juga sesuai dengan peta jalan (road
map) KPK yang salah satu sektor yang menjadi konsentrasi KPK adalah
sektor yang terkait dengan ketahanan pangan.
"Ini terkait dengan kepentingan publik masyarakat luas secara
langsung dan KPK concern di bidang penindakan dan juga di bidang
pencegahan. Salah satunya adalah ketahanan pangan. Kasus yang kita
tangani saat ini adalah baik suap dalam kasus pupuk maupun kasus
pengadaan sebagaimana penetapan lima tersangka hari ini," kata Febri.
KPK tetapkan lima tersangka baru korupsi pupuk
Selasa, 17 Januari 2017 22:45 WIB