Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Portal berita uang digital Bitcoin,
bitcoinist.com, mensinyalir Bada Keamanan Nasional Amerika Serikat
(NSA), ada di balik serangan siber "ransomeware" karena peretas yang
menyerang komputer di seluruh dunia meminta para pengguna komputer
menyetorkan uang dalam Bitcoin sehingga pasar Bitcon menjadi kelebihan
pasokan untuk kemudian memangkas nilai mata uang digital yang dianggap
menjadi ancaman bagi mata uang utama konvensional ini.
"Jumat
(pekan lalu) Bitcoin mengalami salah satu penurunan paling tajam dalam
beberapa bulan, terpangkas sekitar 10 persen nilai pasarnya setelah tiga
pekan berturut-turut mendapatkan pasokan luas biasa besar.
Pertanyaannya adalah mengapa? Jawabannya mungkin terletak pada 'The Deep
State' atau lebih khusus lagi, NSA," tulis laman bitcoinist.com.
Sehari
sebelum Jumat itu serangan siber besar-besaran menghajar 100-an negara
di seluruh dunia yang merupakan serangan siber terbesar dalam sejarah.
Serangan
"ransomware" itu mengenkripsi file-file atau dokumen-dokumen digital
dari mereka yang ditimpa serangan siber itu sehingga sekitar 125 ribu
komputer seluruh dunia terdampak oleh serangan ini.
Program
ransomware yang menyebut diri "WannaCry" itu menuntut tebusan 300 dolar
AS dalam bentuk Bitcoin sebagai imbal balik atas kata sandi yang
digunakan untuk mendekripsi dokumen-dokumen digital dalam komputer yang
sudah diserang.
Ulah ini, sebut bitcoinist.com, telah mendevaluasi nilai Bitcoin di seluruh dunia sampai 11 persen, sedangkan waktu atau timing serangan berbarengan dengan jatuhnya nilai pasar Bitcoin.
Malware
atau program jahat ini tersedia online pada 14 April oleh sekelompok
hacker bernama Shadow Brokers yang tahun lalu mengaku telah mencuri cache "senjata siber" dari NSA.
"Pertanyaannya
yang muncul dari semua ini adalah apakah benar-benar telah dicuri dari
NSA atau apakah sengaja tersedia untuk digunakan di masa depan untuk dan
melawan kepentingan mereka? Apakah ini medan program yang dibuat untuk
ditujukan sebagai permainan perang siber di masa depan?", tanya
bitcoinist.com.
Beberapa kalangan, sebut laman ini, menuding
serangan siber global ini diorkestrasi oleh NSA untuk mengambinghitamkan
Bitcoin sebagai alat teroris sehingga memberi citra buruk mata uang
digital ini di seluruh dunia.
"Apakah NSA dan The Deep State
menggunakan game perang siber untuk menyerang Bitcoin dengan tujuan
akhir mendapatkan keuntungan politis dalam rangka regulasi dan
pengawasan jejaring keuangan terdesentralisasi secara global (Bitcon)
ini?," tulis bitcoinist.com lagi.
Pertanyaan ini diajukan
berdasarkan pengalaman bahwa di masa lalu Bitcoin pernah menjadi target
serangan siber yang juga menggunakan ransomware.
Adanya aktor
negara di balik serangan itu didasarkan pada fakta bahwa sebelum ini
tidak ada serangan siber yang terokestrai seluas seperti sekarang.
"Untuk
menyerang sekitar 70 negara dengan puluhan ribu serangan, selama
berjam-jam, termasuk kekuatan-kekuatan ekonomi besar dunia Inggris, AS,
Jerman dan Rusia, Anda mesti punya database luar biasa dari mana asal
Anda menyerang, ditambah koordinasi dan akses komputer yang kemungkinan
besar jauh di atas rata-rata kuasa Bitcoin," tulis bitcoinist.com.
Jika
Bitcoin dianggap ancaman terhadap elite perbankan dan mata uang dunia,
maka adalah soal waktu bagi tamatnya riwayat Bitcoin, tutup laman uang
digital ini.
NSA di balik serangan siber global "ransomware"?
Senin, 15 Mei 2017 22:24 WIB