Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pakar forensik digital dari Universitas
Gunadarma Ruby Alamsyah menyatakan kejahatan siber yang mengincar dana
nasabah di perbankan Indonesia masih marak, bahkan pelaku semakin pintar
dalam mengeruk dana nasabah.
"Saat ini pelaku kejahatan siber dideteksi umumnya bewarga negara
asing yang kerap mengatur rencana kejahatan dari luar negeri," kata Ruby
ketika dihubungi di Jakarta, Minggu.
Menurutnya kejahatan pembobolan rekening itu didominasi warga negara
asing dengan bantuan operasional orang Indonesia dengan menggunakan
rekening orang Indonesia untuk mempermudah pengiriman uang kepada
pelaku.
Modus pembobolan beragam dengan teknis melalui internet banking
dimana pelaku memantau rutinitas transaksi dari pemilik rekening,
kemudian saat nasabah melakukan transaksi tujuan pengiriman dan jumlah
transaksi akan diubah oleh pelaku.
"Setiap pelaku memakai rekening orang lain untuk menampung uang
yang masuk dari para korban, setelah itu akan dikirimkan ke pelaku
kejahatan," ungkap Ruby.
Pelaku kejahatan siber semakin memahami tingkat keamanan di
perbankan yang diatur oleh regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun
Bank Indonesia (BI).
Untuk mengatasi hal ini, Ruby sendiri telah berdiskusi dengan BI dan
OJK untuk menangkap dalang di balik kejahatan siber tersebut, karena
kalau tidak maka insiden serupa akan terus terjadi.
"Regulator sudah seharusnya menerapkan standar yang tinggi bagi
institusi keuangan untuk memiliki sistem keamanan siber yang tinggi,
sehingga sulit untuk dibobol," tegasnya.
Sementara itu, pakar hukum teknologi informasi dari Universitas
Gunadarma Edmon Makarim menilai kejahatan dunia maya bukan murni
dilakukan penggunanya. Namun dibalik itu ada seseorang yang membuat
program atau "software" untuk tujuan kejahatan di institusi keuangan.
"Cyber crime yang menjadi penjahat bukan pengguna, tapi yang membuat program," tegasnya.
Ia merujuk pada kasus serangan malware Ransomware Wannacry bulan
lalu mengakibatkan piranti lunak perangkat komputer di sejumlah negara
terinfeksi virus yang dapat melumpuhkan kinerja sistem IT layanan publik
hingga instansi.
"Semua berpotensi mendapat ancaman yang meluas, setelah mengincar
fasilitas IT rumah sakit ada kemungkinan sektor lainnya seperti
perbankan juga menjadi sasaran," tegasnya.
Pakar: kejahatan siber perbankan masih marak
Senin, 12 Juni 2017 0:14 WIB