Bengkulu (ANTARA GORONTALO) - "Lubuk kecil buaya banyak", demikian masyarakat
Bengkulu kerap mendefenisikan daerah yang berada di pesisir Pantai
Barat Sumatera.
Ungkapan itu dapat dimaknai sebuah daerah atau wilayah kecil, tapi banyak penjahat, maling dan koruptor.
Pasca-penangkapan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istrinya Lily
Martiani Maddari oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Selasa pagi (20/6), ungkapan ini kembali berseliweran di jagat media
sosial.
Bahkan, sebagian memplesetkan menjadi "lubuk kecik buayo galo" (lubuk kecil buaya semua).
"Lubuk kecil ternyata penjahat semua," kata pemilik akun Sirman,
mengomentari kasus dugaan suap yang melibatkan Ridwan Mukti dan istrinya
itu.
Belum genap dua pekan lalu, tim penindakan KPK menangkap tiga orang
dalam operasi tangkap tangan di kawasan wisata Pantai Panjang, Kota
Bengkulu.
Tiga orang yang ditangkap, yakni oknum jaksa Parlin Purba yang juga
menjabat Kepala Seksi (Kasi) Intelijen II Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Bengkulu, seorang aparatur Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta seorang kontraktor.
Kemudian, pada Selasa (20/6) pagi tim penindakan KPK menangkap Lily
Martiani Maddari, istri Ridwan Mukti, di rumah kediaman pribadi mereka
di Jalan Hibrida, Kota Bengkulu. Ridwan Mukti notabene adalah Gubernur
Bengkulu.
Bersama Lily, tim KPK juga membawa empat dua orang kontraktror
berinisial RDS dan JW serta seorang ajudan Lily. Mereka sempat diamankan
di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah
(Ditreskrimsus Polda) Bengkulu.
Tak lama berselang, Ridwan Mukti pun tiba di Gedung Polda Bengkulu.
Kelimanya sempat diamankan beberapa saat sebelum dibawa ke Gedung
KPK di Jakarta melalui jalur udara dari Bandara Fatmawati Soekarno, Kota
Bengkulu, pada pukul 13.15 WIB.
Direktur Reskrimsus Polda Bengkulu Komisaris Besar Pol. Herman
memberikan penjelasan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait
dugaan penerimaan komisi proyek pembangunan jalan di daerah itu.
Herman mengatakan untuk sementara ini diketahui jumlah barang bukti
berupa uang senilai Rp1 miliar dan masih didalami tim KPK.
Ia pun tak bersedia memberikan keterangan lebih lanjut mengenai detail komisi (fee) proyek pembangunan infrastruktur jalan mana yang diterima oleh Lily Martiani Maddari.
Daerah termiskin
Belum sebulan lalu, tepatnya pada Rabu 30 Mei 2017, Gubernur
Bengkulu Ridwan Mukti hadir di rapat terbatas yang dipimpin Presiden
Joko Widodo (Jokowi), khusus membahas percepatan pembangunan Bengkulu
untuk mengentaskan kemiskinan.
Data Pemerintah Provinsi Bengkulu memperlihatkan angka kemiskinan
di daerah itu mencapai 17 persen dari jumlah penduduk kurang lebih 2,1
juta jiwa.
Masih tercatat sebanyak 600 lebih desa tertinggal dari 1.431 desa yang tersebar di 10 kabupaten dan kota.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bengkulu
saat ini hanya tersedia Rp2,3 triliun untuk membangun daerah, sehingga
diharapkan dukungan pemerintah pusat lebih optimal.
Ridwan yang memaparkan langsung kondisi Bengkulu menyebutkan
masalah keterisolasian hingga masalah konektivitas dengan provinsi
tetangga menjadi persoalan yang harus segera dijawab dengan membangun
interkoneksi.
Di hadapan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla,
Ridwan Mukti mengemukakan bahwa perlu membuka setidaknya lima akses baru
menuju Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung sehingga
Bengkulu tidak terisolir, serta jaringan listrik Sumatera interkoneksi.
Tindak lanjut pertemuan itu, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti
mengumpulkan 28 orang insinyur guna mempercepat pembangunan 28 proyek
strategis nasional yang akan dibangun di daerahnya.
Untuk mempercepat gerak pembangunan, mantan Bupati Musi Rawas,
Sumatera Selatan, itu pun beberapa hari terakhir berkantor di Dinas
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bengkulu.
Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Bengkulu
dalam hasil pemeriksaan keuangan Pemprov Bengkulu memberikan opini
wajar dengan pengecualian (WDP) atas laporan hasil pemeriksaan keuangan
Pemprov Bengkulu tahun anggaran 2016.
Ada sejumlah temuan BPK yang membuat laporan tersebut menjadi wajar
dengan pengecualian, antara lain kekurangan volume 24 paket pekerjaan
jalan dan irigasi sebesar Rp4,42 miliar.
Permasalahan lain adalah indikasi lebih bayar pekerjaan jalan di
Pulau Enggano senilai Rp7,1 miliar di Dinas PUPR Bengkulu. Dari piutang
itu, BPK Bengkulu menemui catatan bahwa baru tertagih senilai Rp1,13
miliar.
Selanjutnya, BPK Bengkulu dalam pemeriksaan belanja modal jalan dan
jaringan irigasi tahun 2016 yang belum ditindaklanjuti senilai Rp2,7
miliar.
Pascapenyerahan opini WDP itu, Ridwan Mukti langsung mencopot
Kepala Dinas PUPR Bengkulu, Kuntadi, dan menempatkan seorang pelaksana
tugas.
Ridwan juga membuat daftar hitam kontraktor yang dinilai tidak layak lagi bermitra dengan pihak Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Di awal masa kepemimpinannya pada 2016, Ridwan Mukti pernah menabuh
genderang perang terhadap korupsi maupun narkotika dan obat berbahaya
(narkoba) dengan menandatangani pakta integritas bersama 1.108 pejabat
eselon IV, III, II di jajaran Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Pakta integritas itu berisi komitmen para aparatur untuk tidak
korupsi, tidak terlibat narkoba dan tidak menggunakan kewenangan dan
jabatan dalam bisnis.
Acara itu pun dihadiri Ketua KPK Agus Raharjo, Ketua Ombudsman
Amzulian Rifai, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal
Polisi Budi Waseso, serta tokoh nasional yang mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK) Mahfud MD.
"Pakta Integritas ini adalah awal dari perjalanan panjang kita
untuk sama-sama berkomitmen, dilakukan secara terbuk agar janji
saudara-saudara secara moral bisa dipertanggungjawabkan" ujar Ridwan
ketika itu.
Saat itu ia mengatakan bahwa penandatangan pakta integritas
bertujuan agar tata kelola pemerintah bersih bebas dari kolusi, korupsi
dan nepotisme (KKN), narkoba, serta bisnis di luar aturan.
Bahkan, Bidang Koordinasi Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK
hampir setahun belakangan ini mendampingi Pemerintah Provinsi Bengkulu
guna pencegahan korupsi.
"Sangat ironis. Pakta integritas yang ditandatangani di depan KPK
setahun lalu mentah. Hanya pencitraan," kata Ketua Pusat Kajian
Antikorupsi (Puskaki) Bengkulu, Melyansori.
Ironi korupsi di Bengkulu
Selasa, 20 Juni 2017 22:07 WIB