Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani mengaku
tidak mendapat tekanan dari anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai
Golkar Markus Nari untuk mencabut berita acara pemeriksaannya terkait
perkara korupsi dalam pengadaan KTP elektronik.
"Tidak ada. Saya waktu penyidikan itu kan mengalami
tekanan-tekanan. Yang mengancam kan penyidik, saya juga sudah ngomong di
pengadilan," kata Miryam seusai menjalani pemeriksaan di gedung Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Rabu.
"Contoh, waktu pemeriksaan terakhir waktu jadi saksi keempat kali
dipanggil, saya dibikin mabuk durian. Itu kan saya tersiksa dong,"
tuturnya.
Saat dikonfrontasi dengan tiga penyidik KPK, termasuk Novel
Baswedan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta,
Miryam menyatakan bahwa Novel tidak memberikan keterangan yang benar.
"Mestinya dia yang kena Pasal 22, memberikan keterangan tidak
benar, bukan saya. Pak Novel ngomongnya kue durian. Kue durian sama buah
durian kan berbeda, mestinya itu dong. Sampai kapan pun saya akan
mencari keadilan," ucap Miryam.
KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka karena memberikan
keterangan tidak benar dalam sidang perkara proyek KTP-e dengan terdakwa
Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
KPK menetapkan Markus Nari sebagai tersangka perintang proses
penyidikan dan persidangan, dan memberikan keterangan tidak benar dalam
persidangan kasus KTP elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
Dalam persidangan pada 23 Maret di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Jakarta, Miryam mengaku diancam saat menjalani pemeriksaan
perkara korupsi dalam proyek pengadaan KTP elektronik.
"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik
tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi, waktu itu dipanggil tiga
orang penyidik," kata Miryam saat itu sambil menangis.
Miryam mengaku tak dapat tekanan dari Markus Nari
Rabu, 21 Juni 2017 16:58 WIB