Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Kira-kira setahun setelah game Pokemon Go
disambut secara gila-gilaan, kini aplikasi smartphone ini dimanfaatkan
orang paruh baya dan lanjut usia agar tetap sehat serta jadi cara tempat
wisata Jepang menarik pengunjung.
Suatu hari
pada awal Juli, Tsutomu Misago (48) tahun menyentuh layar ponselnya di
Tempozan Park di Osaka, di mana gerombolan pemain muda biasa berkumpul
untuk menangkap karakter virtual langka dari game itu.
"Saya
tidak punya kegiatan pada hari libur," kata Misago, yang menjalankan
bisnis konstruksi di Kobe, saat bermain Pokemon Go. Keluar dan bermain
game "lebih baik daripada hanya tinggal di rumah," katanya sambil
menyeka keringat dari wajahnya.
Ada pria setengah baya lainnya yang berjalan di dekatnya dengan smartphone-nya.
Dia
adalah seorang karyawan perusahaan berusia 56 tahun, yang tinggal di
Osaka terpisah dari keluarganya karena pekerjaannya. "Saya terus
memainkannya karena saya punya sedikit alasan untuk keluar rumah."
Di
Taman Ueno Tokyo, yang juga pernah menjadi tempat populer bagi
penggemar Pokemon Go, ada jumlah pemain Pokemon Go berkurang dari
sebelumnya.
"Saya berhenti bermain setelah dua
bulan karena saya bosan berjalan," kata seorang pria berusia 20 tahun
yang sedang berjalan-jalan di taman bersama pacarnya.
Mereka
datang ke taman "untuk melihat bayi panda," katanya, mengacu pada
seekor anak panda raksasa yang lahir pada bulan Juni di kebun binatang
yang berdekatan dengan taman.
Game yang
dikembangkan bersama oleh Nintendo Co, Pokemon Co dan Niantic Inc.
dirilis di Jepang pada 22 Juni tahun lalu, sekitar dua minggu setelah
debut globalnya di Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru.
Seperti
yang terjadi di tempat lain sebelumnya, permainan tersebut segera
menjadi fenomena sosial di Jepang, para pemain membanjiri taman dan
jalan-jalan berusaha menangkap berbagai monster "Pokemon" yang muncul di
layar smartphone.
Permainan ini dituduh jadi penyebab kecelakaan lalu lintas.
Menurut
lembaga riset yang berbasis di Tokyo, Values ​​Inc., jumlah pemain yang
bermain game setidaknya sebulan sekali meningkat jadi sekitar 11 juta
di Jepang sesaat setelah dirilis pada Juli tahun lalu.
Angka itu telah berkurang separuhnya pada musim gugur 2016 setelah antusiasme menyurut.
Proporsi
pemain Pokemon Go usia 20an dan 30an turun menjadi 52 persen dari 62
persen setelah 12 bulan, sementara orang berusia 40 atau lebih meningkat
dari 38 persen menjadi 48, seperti dilansir Kyodo.
Meski
popularitasnya menurun di kalangan anak muda, game itu tetap dinikmati
oleh orang-orang tua. Beberapa klub lansia mempromosikannya sebagai
cara untuk mendorong aktivitas di luar rumah.
Akira Hata, profesor di Preventive Medical Sciences dari Universitas Chiba, memuji penggunaan Pokemon Go sebagai alat kesehatan.
"Berjalan
sangat membantu untuk mencegah kelebihan berat badan dan kolesterol
tinggi," katanya. "Ini berhasil dirancang untuk membuat orang terbiasa
beraktivitas."
Di bidang pariwisata, beberapa kotamadya terus menggunakan aplikasi ini sebagai sarana untuk menarik pengunjung.
Kantor pariwisata di daerah Amanohashidate Miyazu, Kyoto utara, adalah salah satu contohnya.
Kawasan
tersebut, yang dikenal sebagai salah satu dari tiga tempat paling indah
di Jepang, pada bulan Maret mengumumkan kolaborasi dengan Pokemon Go.
Mereka menciptakan sebuah peta yang menunjukkan di mana para pemain dapat menangkap item game Pokemon Go di tempat wisata itu.
"Saya
sudah lama ingin mengunjungi Amanohashidate," kata turis berusia 40
tahun dari Prefektur Ishikawa baru-baru ini. "Akhirnya saya memutuskan
untuk datang karena Pokemon," katanya.
Pejabat kantor pariwisata mengatakan Pokemon Go tampaknya telah memotivasi orang untuk mengunjungi daerah tersebut.
Promosi
pariwisata serupa yang memanfaatkan game ini juga terjadi di prefektur
Miyagi, Fukushima dan Saitama, meski masih belum jelas seberapa efektif
kampanye ini.
Pokemon Co mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk meningkatkan fitur permainan untuk meningkatkan popularitasnya lagi.