Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Senin menjatuhkan vonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta
subsider empat bulan kurungan kepada Kepala Sub Direktorat Bukti
Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak
Handang Soekarno karena terbukti menerima suap 148.500 dolar AS (setara
Rp1,998 miliar) dari pengusaha.
Vonis itu lebih rendah dari
tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang
menuntut hakim menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta
subsider enam bulan kurungan kepada Handang.
Menurut hakim, Handang terbukti menerima 148.500 dolar AS (setara Rp1,998 miliar) dari country director PT EK Prima Indonesia (EKP) Ramapanicker Rajamonahan Nair untuk membantu penyelesaian pajak PT EKP.
Baik
Handang maupun jaksa KPK menyatakan akan pikir-pikir selama tujuh hari
sebelum merespons putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta yang diketuai Frangki Tambuwun itu.
Pemberian suap itu terkait dengan pengurusan sejumlah permasalah
pajak yang dihadapi EKP, termasuk di antaranya pengajuan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak (restitusi) periode Januari 2012-Desember
2014 sebanyak Rp3,53 miliar, Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai
(STP PPN) tahun 2014 sebesar Rp52,36 miliar dan STP PPN tahun 2015
sebesar Rp26,44 miliar.
Masalah lainnya berkenaan dengan
Penolakan Pengampunan Pajak, Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan pada KPP PMA Enam Kalibata dan
Kantor Kanwil Dirjen Pajak (DJP) Jakarta Khusus.
Awalnya, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA)
Enam Jakarta memberikan imbauan kepada PT EKP agar melunasi PPN kacang
mete gelondong 2014 sebesar Rp36,87 miliar dan pada 2016 sebesar Rp22,4
miliar, namun Rajamohanan mengajukan keberatan ke KPP PMA Enam dan
disarankan untuk ikut program pengampunan pajak oleh kepala kantor KPP
PMA Enam Johnny Sirait.
Namun permohonan PT EKP untuk mengajukan pengampunan pajak ditolak
karena PT EKP punya tunggakan pajak yaitu STP PPN Desember 2014 sebesar
Rp52,36 miliar dan pajak Desember 2015 sebesar RP26,44 miliar.
Selanjutnya
Jhonny Sirait mengistruksikan pengajuan usulan pemeriksaan bukti
permulaan tindak pidana pajak atas nama PT EKP tahun 2012-2014. Jhonny
juga mengeluarkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
kepada PT EKP.
Kepala kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv bertemu
dengan Handang pada 22 September, kemudian Haniv menyampaikan keinginan
Arif Budi Sulisyto dipertemukan dengan Ken Dwijugiasteadi selaku Dirjen
Pajak. Arif adalah Direktur Operasional PT Rajakbu Sejahtera yang juga
adik ipar Presiden Joko Widodo.
Atas permintaan itu, Handang pada 23 September 2016 mempertemukan
Arif ditemani dengan seorang pihak swasta Direktur Utama PT Bangun
Bejana Baja, Rudy Prijambodo Musdiono bertemu dengan Dirjen Pajak Ken di
lantai 5 gedung Dirjen Pajak.
Rajamohanan lalu meminta bantuan Arif terkait penyelesaian masalah
pajak PT EKP dengan mengirimkan dokumen-dokumen tersebut melalui
WhatsApp yang diteruskan Arif ke Handang. Atas permintaan itu Handang
menyanggupi dengan mengatakan "Siap bpk, bsk pagi saya menghadap beliau
bpk. Segera sy khabari bpk".
Pada 4 Oktober 2016, atas arahan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi,
Muhammad Haniv memerintahkan Jhonny Sirait membatalkan surat pencabutan
pengukuhan PKP PT EKP, sehingga KPP PMA Enam mengeluarkan surat
Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP PT EKP.
Pada 5 Oktober Rajamohanan lalu menemui Handang dan meminta tolong
permasalah PT EKP lainnya. Handang pun meminta kepada Kepala Bidang
Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyelidikan (Kabid P2IP) Kanwil DJP
Jakarta Khusus, Wahono Saputro untuk membantu penyelesaian masalah PT
EKP dengan membuat pertemuan pada 20 Oktober 2016 di antara Rajamohanan,
Wahono dan Handang di Nippon Khan Hotel Sultan.
Sehingga pada 2 November 2016, Haniv menerbitkan surat pembatalan STP
terhadap pajak tahun 2014 dan 2015 PT EKP senilai total Rp78 miliar.
Rajamohanan menjanjikan akan memberikan uang dengan jumlah 10 persen
dari total nilai STP PPN senilai Rp52,36 miliar, dan setelah negosiasi
disepakati uang yang diberikan oleh Handang kepada Handang dibulatkan
menjadi Rp6 miliar, sudah termasuk bagian Muhammad Haniv. Haniv selaku
Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus.
Tahap pertama pemberian uang adalah Rp2 miliar dalam bentuk 148.500
dolar AS pada 21 November 2016 yang diambil di rumah Rajamohanan. Namun
saat penyerahan uang itu Handang dan Rajamohanan terkena Operasi Tangkap
Tangan KPK.
Terkait perkara ini, Rajamohanan sudah divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan.
Pejabat Pajak divonis 10 tahun penjara
Senin, 24 Juli 2017 17:29 WIB