Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
siap memberikan perlindungan kepada jurnalis yang menjadi korban tindak
kekerasan saat meliput unjuk rasa penolakan proyek pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Baturaden, Purwokerto,
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, beberapa hari lalu.
"Kami tengah upayakan menjalin komunikasi dengan jurnalis yang
menjadi korban kekerasan di Banyumas," kata Ketua LPSK, Abdul Haris
Semendawai, di Jakarta, Rabu.
LPSK sendiri selama ini menyatakan bahwa jurnalis yang mendapatkan
penganiayaan bisa segera mengajukan perlindungan. Langkah dapat
dilakukan, apalagi jika sudah ada ancaman lanjutan.
"Namun, kita kembalikan lagi kepada korban, apakah mau dilindungi oleh LPSK atau tidak," kata Semendawai.
Permohonan perlindungan kepada LPSK sekaligus untuk memberikan rasa
aman dan nyaman pada korban agar bisa mengungkapkan dugaan tindak
pidana yang dialaminya. Hal ini juga sesuai dengan yang disyaratkan oleh
UU Perlindungan Saksi dan Korban.
LPSK mengingatkan bahwa
perlindungan bagi jurnalis sudah diatur dalam Undang-Undang Pers. LPSK
pun telah melakukan MoU dengan Dewan Pers, sehingga jurnalis yang
mengalami kekerasan saat menjalankan tugasnya dapat dilindungi oleh
LPSK.
Kronologi kekerasan terhadap jurnalis Purwokerto bermula
saat meliput pembubaran paksa aksi tolak pembangunan PLTPB Gunung Slamet
di depan kantor Bupati Banyumas, Senin (9/10) malam.
Pembubaran paksa aksi penolakan PLTB di depan kantor Bupati
Banyumas dilakukan secara brutal, sehingga salah satu jurnalis Metro TV,
Darbe Tyas menjadi korban kekerasan fisik, berupa pemukulan dan
pengroyokan sejumlah anggota kepolisian Polres Banyumas dan Satpol PP
Pemkab Banyumas.
Saat terjadi aksi pembubaran paksa massa aksi secara brutal dan
membabi buta, sekitar pukul 22.00, sebanyak empat jurnalis dari Suara
Merdeka (Agus Wahyudi), Satelitpost (Aulia El Hakim), Radar Banyumas
(Maulidin Wahyu) dan Metro TV (Darbe Tyas), langsung mengabadikan momen
tersebut.
Sebelum empat jurnalis ini datang ke lokasi aksi,
fotografer Suara Merdeka yang mengabadikan gambar lebih awal, mengalami
kekerasan psikis dengan dirampas alat kerjanya. Padahal yang
bersangkutan sudah memberitahukan dari media Suara Merdeka.
Saat empat jurnalis tersebut berhasil mengabadikan atau
mendokumentasikan momen tersebut, sejumlah oknum polisi dan Satpol PP,
memaksa dan berusaha merampas alat kerjanya, seperti HP dan kamera.
LPSK siap lindungi jurnalis korban kekerasan
Rabu, 11 Oktober 2017 18:29 WIB