Muara Sungai Angke dan muara Sungai Ciliwung Ancol di Teluk Jakarta tercemar parasetamol dengan konsentrasi tinggi, demikian hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang bekerja sama dengan peneliti di Inggris.

"Kami mendeteksi parasetamol di dua titik yaitu di muara sungai Ciliwung Ancol dan muara sungai Angke di Teluk Jakarta, dan di situ konsentrasinya ternyata lumayan tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi-konsentrasi lainnya yang sudah terdeteksi di negara-negara lain," kata peneliti bidang ekotoksikologi di Pusat Riset Oseanografi BRIN Wulan Koaguow saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Hasil studi itu dimuat dalam jurnal Marine Pollution Bulletin berjudul High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia, yang dilakukan oleh Wulan Koagouw dan Zainal Arifin dari BRIN, dan George WJ Olivier dan Corina Ciocan dari Universitas Brighton di Inggris.

Mereka melakukan investigasi beberapa kontaminan air dari empat lokasi di Teluk Jakarta, yakni Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing, serta satu lokasi di pantai utara Jawa Tengah, yaitu Pantai Eretan, dengan mengambil sampel air laut dari lokasi-lokasi tersebut pada 2017. Sementara, di Teluk Eretan tidak terdeteksi parasetamol.



Parasetamol merupakan salah satu kandungan yang berasal dari produk obat atau farmasi yang sangat banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia secara bebas tanpa resep dokter.

Wulan yang saat ini sedang berada di Inggris menuturkan konsentrasi tinggi parasetamol terdeteksi di Angke sebesar 610 nanogram per liter (ng/L), dan Ancol 420 ng/L.

Kondisi dengan konsentrasi parasetamol yang cukup tinggi itu meningkatkan kekhawatiran tentang risiko lingkungan yang terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta terutama dampak pada peternakan kerang di sekitar perairan itu.

Jika dibandingkan dengan pantai-pantai lain di belahan dunia, konsentrasi parasetamol di Teluk Jakarta relatif tinggi (420-610 ng/L) dibanding di pantai Brasil yang sebesar 34,6 ng/L, pantai utara Portugis yang sebesar 51,2–584 ng/L.

Studi tersebut juga menunjukkan beberapa parameter nutrisi seperti amonia, nitrat, dan total fosfat, melebihi batas Baku Mutu Air Laut Indonesia. Selain itu, terdeteksi beberapa logam di dalamnya.

Hasil penelitian yang dapat diakses di laman sciencedirect.com itu merupakan studi pertama yang melaporkan parasetamol (acetaminophen) di perairan pesisir Indonesia.

Meskipun memerlukan penelitian lebih lanjut, namun beberapa hasil penelitian di Asia Timur, seperti Korea Selatan menyebutkan bahwa zooplankton yang terpapar parasetamol menyebabkan peningkatan stres hewan, dan oxydative stress, yakni ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan sistem antioksidan, yang berperan dalam mempertahankan homeostasis.

Homeostasis adalah proses dan mekanisme otomatis yang dilakukan makhluk hidup untuk mempertahankan kondisi konstan agar tubuhnya dapat berfungsi dengan normal, meskipun terjadi perubahan pada lingkungan di dalam atau di luar tubuh.

Sementara peneliti di Pusat Riset Oseanografi BRIN Zainal Arifin yang juga menulis studi tersebut, menuturkan, secara teori sumber sisa parasetamol yang ada di perairan Teluk Jakarta dapat berasal dari tiga sumber, yaitu ekskresi akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan, rumah sakit, dan industri farmasi.

Dengan jumlah penduduk yang tinggi di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan jenis obat yang dijual bebas tanpa resep dokter, Zainal mengatakan ada potensi sebagai sumber kontaminan di perairan.

Sedangkan sumber potensi dari rumah sakit dan industri farmasi dapat diakibatkan sistem pengelolaan air limbah yang tidak berfungsi optimal, sehingga sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat masuk ke sungai dan akhirnya ke perairan pantai.*
 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021