Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Sejumlah strategi dibentangkan induk BUMN PT
Pupuk Indonesia (Persero) dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat
dan berat pada 2016, menyusul pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) dan perdagangan bebas lainnya.
"Persaingan industri pupuk pada tahun mendatang akan semakin berat, karena karena banyak pabrik baru di luar negeri diuntungkan dengan harga gas yang lebih murah sehingga harga mereka lebih kompetitif," kata Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat, di Cikampek, Jawa Barat, Rabu.
Aas yang ditemui usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di pabrik milik PT Pupuk Kujang itu, mengatakan saat ini harga gas sebagai bahan baku pupuk berkisar antara 6-7 dolar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Sedangkan harga gas para pesaing di bawah harga tersebut.
"Untuk itu, tidak ada jalan lain kami harus melakukan efisiensi untuk meningkatkan daya saing," ujar Aas.
Selain itu, pihaknya juga akan terus meningkatkan investasi dan pengembangan produk-produk turunan (downstream) dari produk yang sudah ada.
"Guna meningkatkan layanan dan integrasi bisnis, awal 2016 kami akan mengimplementasikan sistem ERP (Enterprise Resource Planning)," kata Aas.
Sistem yang antara lain menyamakan cara menghitung biaya produksi antar anak perusahaan PT Pupuk Indonesia itu akan dilaksanakan mulai 4 Januari 2016 di Pupuk Indonesia, PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), dan PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC). Pada April 2016, sistem ERP itu juga akan dilaksanakan oleh anak perusahaan lainnya yaitu PT Petrokimia Gresik (PG), PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) Palembang, dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).
Kemudian pada Agustus 2016 sistem tersebut akan diimplementasi juga oleh anak perusahaan nonpupuk seperti PT Rekayasa Industri.
Serapan Pada bagian lain, Aas juga menjelaskan penurunan penyerapan pupuk bersubsidi tahun ini. Pada Januari-November 2015 total pupuk bersubsidi baik urea dan nonurea baru mencapai 7.872.293 ton atau sekitar 82 persen dari alokasi pupuk bersubsidi sebesar 9,55 juta ton.
Pupuk bersubsidi yang terserap itu terdiri dari urea 3.284.856 ton, NPK 2.241.812 ton, SP36 747.736 ton, ZA 881.495 ton, dan pupuk organik 716.393 ton.
"Banyak faktor di luar kendali kami yang mempengaruhi kinerja Perusahaan, seperti fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar, jatuhnya harga komoditi urea di pasar internasional, serta faktor El Nino yang mempengaruhi musim tanam," jelas Aas.
Sementara penjualan pupuk nonsubsidi untuk sektor perkebunan dan industri mencapai 1.897.546 ton, serta ekspor sebesar 826.291 ton. Sedangkan produksi pada 2015 diperkirakan mencapai 6,89 juta ton urea, 2,86 juta ton NPK, 642.156 ton ZA, 240.620 ton SP36 dan produksi amoniak sebesar 5.499.734 ton.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015
"Persaingan industri pupuk pada tahun mendatang akan semakin berat, karena karena banyak pabrik baru di luar negeri diuntungkan dengan harga gas yang lebih murah sehingga harga mereka lebih kompetitif," kata Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat, di Cikampek, Jawa Barat, Rabu.
Aas yang ditemui usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di pabrik milik PT Pupuk Kujang itu, mengatakan saat ini harga gas sebagai bahan baku pupuk berkisar antara 6-7 dolar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Sedangkan harga gas para pesaing di bawah harga tersebut.
"Untuk itu, tidak ada jalan lain kami harus melakukan efisiensi untuk meningkatkan daya saing," ujar Aas.
Selain itu, pihaknya juga akan terus meningkatkan investasi dan pengembangan produk-produk turunan (downstream) dari produk yang sudah ada.
"Guna meningkatkan layanan dan integrasi bisnis, awal 2016 kami akan mengimplementasikan sistem ERP (Enterprise Resource Planning)," kata Aas.
Sistem yang antara lain menyamakan cara menghitung biaya produksi antar anak perusahaan PT Pupuk Indonesia itu akan dilaksanakan mulai 4 Januari 2016 di Pupuk Indonesia, PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), dan PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC). Pada April 2016, sistem ERP itu juga akan dilaksanakan oleh anak perusahaan lainnya yaitu PT Petrokimia Gresik (PG), PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) Palembang, dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).
Kemudian pada Agustus 2016 sistem tersebut akan diimplementasi juga oleh anak perusahaan nonpupuk seperti PT Rekayasa Industri.
Serapan Pada bagian lain, Aas juga menjelaskan penurunan penyerapan pupuk bersubsidi tahun ini. Pada Januari-November 2015 total pupuk bersubsidi baik urea dan nonurea baru mencapai 7.872.293 ton atau sekitar 82 persen dari alokasi pupuk bersubsidi sebesar 9,55 juta ton.
Pupuk bersubsidi yang terserap itu terdiri dari urea 3.284.856 ton, NPK 2.241.812 ton, SP36 747.736 ton, ZA 881.495 ton, dan pupuk organik 716.393 ton.
"Banyak faktor di luar kendali kami yang mempengaruhi kinerja Perusahaan, seperti fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar, jatuhnya harga komoditi urea di pasar internasional, serta faktor El Nino yang mempengaruhi musim tanam," jelas Aas.
Sementara penjualan pupuk nonsubsidi untuk sektor perkebunan dan industri mencapai 1.897.546 ton, serta ekspor sebesar 826.291 ton. Sedangkan produksi pada 2015 diperkirakan mencapai 6,89 juta ton urea, 2,86 juta ton NPK, 642.156 ton ZA, 240.620 ton SP36 dan produksi amoniak sebesar 5.499.734 ton.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015