Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit IV Bintan - Tanjungpinang menyatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan saksi administrasi berupa denda kepada PT Tirta Madu, salah satu perusahaan yang mengelola perkebunan sawit karena menggarap kawasan hutan produksi konversi secara ilegal di Desa Malang Rapat, Kabupaten Bintan.
Kepala KPHP Unit IV Bintan - Tanjungpinang, Ruah Alim Maha di Bintan, Kamis mengatakan, luas lahan perkebunan kelapa sawit yang digarap PT Tirta Madu sekitar 7.000 hektare.
"Setelah dilakukan survei dan identifikasi ternyata 4.000 hektare dari 7.000 hektare lahan yang digarap tersebut masuk kawasan hutan produksi konversi," ujarnya.
KLHK menindaklanjuti hasil temuan tersebut. Tahap pertama, kata dia KLHK menetapkan sanksi berupa pembayaran denda sebesar Rp10 miliar terhadap lahan hutan produksi konversi seluas 1.500 hektare yang dikelola untuk kepentingan bisnis perkebunan kelapa sawit. Denda tersebut sudah dibayar pihak perusahaan dua tahun lalu.
Sementara untuk tahap kedua, KLHK belum menetapkan sanksi yang dikenakan terhadap lahan hutan produksi konversi seluas 2.500 hektare yang dikelola pihak perusahaan. Tim KLHK dalam waktu dekat akan melakukan analisis berdasarkan survei dan identifikasi di kawasan hutan lindung produksi dalam waktu dekat sehingga dapat menghitung nilai kerugian negara.
Ruah memprediksi nilai denda yang dikenakan kepada pihak perusahaan lebih besar dari sanksi tahap pertama.
"Denda itu menjadi pendapatan negara pada sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," katanya.
Menurut dia, pihak perusahaan memiliki etikat yang baik dalam penyelesaikan permasalahan itu. Buktinya, sejak tahun 2015, pihak perusahaan telah mengajukan permohonan pelepasan hutan produksi konversi untuk perkebunan kelapa sawit.
Namun sebagian permohonan itu baru terealisasi pada tahun 2021 setelah pihak perusahaan membayar sanksi denda tersebut.
Lahan seluas 1.500 hektare yang awalnya masuk kawasan hutan produksi konversi sudah dilepaskan untuk perkebunan kelapa sawit. Sedangkan untuk lahan hutan produksi konversi seluas 2.500 hektare berpotensi dilepaskan KLHK setelah pihak perusahaan membayar denda.
"Tergantung hasil analisis tim KLHK, kemungkinan permohonan pihak perusahaan dikabulkan jika memenuhi prosedur, seperti membayar denda," demikian Ruah Alim Maha.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2023
Kepala KPHP Unit IV Bintan - Tanjungpinang, Ruah Alim Maha di Bintan, Kamis mengatakan, luas lahan perkebunan kelapa sawit yang digarap PT Tirta Madu sekitar 7.000 hektare.
"Setelah dilakukan survei dan identifikasi ternyata 4.000 hektare dari 7.000 hektare lahan yang digarap tersebut masuk kawasan hutan produksi konversi," ujarnya.
KLHK menindaklanjuti hasil temuan tersebut. Tahap pertama, kata dia KLHK menetapkan sanksi berupa pembayaran denda sebesar Rp10 miliar terhadap lahan hutan produksi konversi seluas 1.500 hektare yang dikelola untuk kepentingan bisnis perkebunan kelapa sawit. Denda tersebut sudah dibayar pihak perusahaan dua tahun lalu.
Sementara untuk tahap kedua, KLHK belum menetapkan sanksi yang dikenakan terhadap lahan hutan produksi konversi seluas 2.500 hektare yang dikelola pihak perusahaan. Tim KLHK dalam waktu dekat akan melakukan analisis berdasarkan survei dan identifikasi di kawasan hutan lindung produksi dalam waktu dekat sehingga dapat menghitung nilai kerugian negara.
Ruah memprediksi nilai denda yang dikenakan kepada pihak perusahaan lebih besar dari sanksi tahap pertama.
"Denda itu menjadi pendapatan negara pada sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," katanya.
Menurut dia, pihak perusahaan memiliki etikat yang baik dalam penyelesaikan permasalahan itu. Buktinya, sejak tahun 2015, pihak perusahaan telah mengajukan permohonan pelepasan hutan produksi konversi untuk perkebunan kelapa sawit.
Namun sebagian permohonan itu baru terealisasi pada tahun 2021 setelah pihak perusahaan membayar sanksi denda tersebut.
Lahan seluas 1.500 hektare yang awalnya masuk kawasan hutan produksi konversi sudah dilepaskan untuk perkebunan kelapa sawit. Sedangkan untuk lahan hutan produksi konversi seluas 2.500 hektare berpotensi dilepaskan KLHK setelah pihak perusahaan membayar denda.
"Tergantung hasil analisis tim KLHK, kemungkinan permohonan pihak perusahaan dikabulkan jika memenuhi prosedur, seperti membayar denda," demikian Ruah Alim Maha.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2023