Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengungkapkan ada empat strategi yang bisa diterapkan untuk dapat mendemokratisasi kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI) bagi lebih banyak pihak.
“Pertama, melalui peningkatan infrastruktur digital, termasuk memasukkan akses listrik, pita lebar maupun teknologi komunikasi modern. Kedua, melalui transfer of technology dan transfer of knowledge. Ketiga, mempersiapkan talenta digital. Keempat, mendorong dialog sosial, khususnya terkait hak pekerja dan peningkatan kualitas pekerja di tengah disrupsi serta perkembangan teknologi,” kata Nezar di Jakarta, Selasa.
Menurut Nezar strategi-strategi tersebut dapat dioptimalkan untuk mengatasi fenomena ketimpangan dalam penggunaan AI yang mungkin terjadi dalam banyak tingkatan baik itu di level individu, institusional, maupun negara.
Ketimpangan penggunaan AI bisa terjadi mengingat meski AI bertumbuh namun aksesnya belum merata secara global dan fenomena itu dikenal dengan istilah AI Divide.
Nezar mengatakan fenomena ini telah dibahas di dalam banyak forum AI global, hal itu dikarenakan ketimpangan dalam pemanfaatan AI menyebabkan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tertinggal dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi akibat perbedaan sumber daya.
Ia menyebutkan terbaru di Amerika Serikat untuk mengatasi hal ini sekelompok pengacara yang didukung sejumlah perguruan tinggi mengenalkan algoritma afirmatif.
Algoritma yang dirancang untuk penyusunan algoritma yang lebih menyentuh rakyat di kelas bawah sehingga AI bisa memiliki cakupan dan akses yang lebih luas.
“Afirmatif algoritma yang mencoba untuk memaksa para developer algoritma agar mengadopsi dan memperhatikan hak-hak kaum marjinal di dalam penyusunan algoritma,” ujar Nezar.
Di Indonesia pembahasan serupa juga turut dikupas dalam acara yang dihadirkan oleh KORIKA (Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) yang rutin diadakan setiap tahun bernama AI Innovation Summit (AIIS).
Untuk tahun ini, AIIS menghadirkan kolaborasi antar pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk membentuk masa depan pengembangan AI di Indonesia dengan tema "Democratizing Artificial Intelligence For All, Unleashing the Power of Artificial Intelligence".
Pembahasan dalam forum itu mencakup pemanfaatan AI untuk reformasi birokrasi, layanan kesehatan, pendidikan dan penelitian, ketahanan pangan, mobilitas dan kota cerdas, industri jasa dan kreatif, industri keuangan dan investasi, serta pertahanan dan keamanan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wamenkominfo ungkap cara demokratisasi AI lewat empat strategi
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024
“Pertama, melalui peningkatan infrastruktur digital, termasuk memasukkan akses listrik, pita lebar maupun teknologi komunikasi modern. Kedua, melalui transfer of technology dan transfer of knowledge. Ketiga, mempersiapkan talenta digital. Keempat, mendorong dialog sosial, khususnya terkait hak pekerja dan peningkatan kualitas pekerja di tengah disrupsi serta perkembangan teknologi,” kata Nezar di Jakarta, Selasa.
Menurut Nezar strategi-strategi tersebut dapat dioptimalkan untuk mengatasi fenomena ketimpangan dalam penggunaan AI yang mungkin terjadi dalam banyak tingkatan baik itu di level individu, institusional, maupun negara.
Ketimpangan penggunaan AI bisa terjadi mengingat meski AI bertumbuh namun aksesnya belum merata secara global dan fenomena itu dikenal dengan istilah AI Divide.
Nezar mengatakan fenomena ini telah dibahas di dalam banyak forum AI global, hal itu dikarenakan ketimpangan dalam pemanfaatan AI menyebabkan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tertinggal dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi akibat perbedaan sumber daya.
Ia menyebutkan terbaru di Amerika Serikat untuk mengatasi hal ini sekelompok pengacara yang didukung sejumlah perguruan tinggi mengenalkan algoritma afirmatif.
Algoritma yang dirancang untuk penyusunan algoritma yang lebih menyentuh rakyat di kelas bawah sehingga AI bisa memiliki cakupan dan akses yang lebih luas.
“Afirmatif algoritma yang mencoba untuk memaksa para developer algoritma agar mengadopsi dan memperhatikan hak-hak kaum marjinal di dalam penyusunan algoritma,” ujar Nezar.
Di Indonesia pembahasan serupa juga turut dikupas dalam acara yang dihadirkan oleh KORIKA (Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) yang rutin diadakan setiap tahun bernama AI Innovation Summit (AIIS).
Untuk tahun ini, AIIS menghadirkan kolaborasi antar pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk membentuk masa depan pengembangan AI di Indonesia dengan tema "Democratizing Artificial Intelligence For All, Unleashing the Power of Artificial Intelligence".
Pembahasan dalam forum itu mencakup pemanfaatan AI untuk reformasi birokrasi, layanan kesehatan, pendidikan dan penelitian, ketahanan pangan, mobilitas dan kota cerdas, industri jasa dan kreatif, industri keuangan dan investasi, serta pertahanan dan keamanan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wamenkominfo ungkap cara demokratisasi AI lewat empat strategi
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024