Semarang (ANTARA GORONTALO) - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan belum perlunya upaya modifikasi
cuaca, yakni hujan buatan menghadapi musim kemarau sekarang ini.
"Kami pasti koordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kaitannya dengan cuaca," katanya usai menyampaikan kuliah umum di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Kamis.
Diakuinya, beberapa daerah memang ada yang mengalami kekeringan, tetapi iklim sepanjang tahun ini jauh lebih baik karena tidak sekering pada 2015 meski tidak sebasah iklim yang terjadi pada tahun lalu.
Kementerian PUPR terus memonitor bendungan yang ada, lanjut dia, dari 16 bendungan utama yang dimonitor, 10 bendungan di antaranya masih normal, dan enam bendungan berstatus di bawah normal.
"Di bawah normal ini bukan berarti kering, sebab masih bisa dioperasikan sesuai kondisi hidrologi. Beberapa bendungan yang kering ada juga, tetapi yang (berukuran, red.) kecil-kecil," katanya.
Untuk mengatasi kekeringan, kata dia, setidaknya ada 6.902 sumur bor yang dioperasikan, termasuk di Jawa Tengah, dan masyarakat yang daerahnya kekeringan bisa melaporkan untuk ditangani dengan sumur bor.
"Bagi daerah-daerah yang kekeringan, selain dropping air bersih, saya sebagai yang punya otoritas penyediaan air meminta mulai dibor lagi tambahan-tambahannya, seperti di Pati, Sukabumi, dan Sumbawa," katanya.
Meski demikian, Basuki mengakui sejauh ini belum memerlukan modifikasi cuaca karena dari rapat koordinasi dengan jajaran gubernur tidak ada satu pun yang menyebutkan kondisi daerahnya darurat.
"Dari gubernur yang diundang, ada di antaranya Gubernur Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jateng, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, tidak ada satupun yang bilang darurat," katanya.
Dari BMKG, kata dia, juga menjelaskan kondisi kekeringan disebabkan pula perubahan tata ruang, seperti di hulu yang terjadi penggundulan hutan sehingga mempengaruhi ketersediaan air tanah.
"Menurut BMKG. Iklimnya memang begitu, tetapi masih oke. Belum perlu hujan buatan," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
"Kami pasti koordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kaitannya dengan cuaca," katanya usai menyampaikan kuliah umum di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Kamis.
Diakuinya, beberapa daerah memang ada yang mengalami kekeringan, tetapi iklim sepanjang tahun ini jauh lebih baik karena tidak sekering pada 2015 meski tidak sebasah iklim yang terjadi pada tahun lalu.
Kementerian PUPR terus memonitor bendungan yang ada, lanjut dia, dari 16 bendungan utama yang dimonitor, 10 bendungan di antaranya masih normal, dan enam bendungan berstatus di bawah normal.
"Di bawah normal ini bukan berarti kering, sebab masih bisa dioperasikan sesuai kondisi hidrologi. Beberapa bendungan yang kering ada juga, tetapi yang (berukuran, red.) kecil-kecil," katanya.
Untuk mengatasi kekeringan, kata dia, setidaknya ada 6.902 sumur bor yang dioperasikan, termasuk di Jawa Tengah, dan masyarakat yang daerahnya kekeringan bisa melaporkan untuk ditangani dengan sumur bor.
"Bagi daerah-daerah yang kekeringan, selain dropping air bersih, saya sebagai yang punya otoritas penyediaan air meminta mulai dibor lagi tambahan-tambahannya, seperti di Pati, Sukabumi, dan Sumbawa," katanya.
Meski demikian, Basuki mengakui sejauh ini belum memerlukan modifikasi cuaca karena dari rapat koordinasi dengan jajaran gubernur tidak ada satu pun yang menyebutkan kondisi daerahnya darurat.
"Dari gubernur yang diundang, ada di antaranya Gubernur Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jateng, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, tidak ada satupun yang bilang darurat," katanya.
Dari BMKG, kata dia, juga menjelaskan kondisi kekeringan disebabkan pula perubahan tata ruang, seperti di hulu yang terjadi penggundulan hutan sehingga mempengaruhi ketersediaan air tanah.
"Menurut BMKG. Iklimnya memang begitu, tetapi masih oke. Belum perlu hujan buatan," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017