Bekasi (ANTARA GORONTALO) - Sebanyak 12 keluarga pasien Rumah Sakit St
Elisabeth Bekasi, Jawa Barat, mengajukan ganti rugi materi dan imateri
senilai total Rp50 miliar lebih atas kerugian penggunaan vaksin palsu.
"Kami
resmi mendaftarkan gugatan perdata kasus penggunaan vaksin palsu di RS
St Elisabeth Bekasi kepada Pengadilan Negeri Bekasi dengan tergugat
sebanyak delapan pihak," kata kuasa hukum keluarga pasien, Hudson
Markiano Hutapea, di Bekasi, Rabu.
Duabelas keluarga pasien tersebut resmi mengajukan gugatan hukum
perdata nomor 527/pdf.6.2016.PN-BKS dengan menggugat sejumlah pihak
terkait peredaran vaksin palsu.
Delapan pihak yang digugat di antaranya Yayasan RS St Elisabeth, CV
Azka Medical selaku distributor vaksin palsu, Dokter Antonius Yudianto
selaku Direktur Utama RS St Elisabeth, Dokter St Elisabeth Bekasi Fianna
Heronique, Dokter St Elisabeth Bekasi Abdul Haris Thayeb, Kementerian
Kesehatan, Kepala Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) dan Ikatan
Dokter Indonesia (IDI).
Menurut dia, total ganti rugi tersebut diajukan pihaknya kepada
tergugat dengan rincian kerugian imateri Rp50 miliar sebagai kompensasi
asuransi kesehatan selama pasien hidup dan tambahan kerugian materi Rp50
juta berdasarkan biaya pelayanan vaksinasi yang ditanggung orangtua.
"Kami sudah cek laboratorium bahwa ke-12 anak yang kita advokasi ini
tidak memiliki kekebalan tubuh akibat vaksin pendiacel yang disuntikan
pihak RS St Elisabeth Bekasi ternyata palsu. Otomatis harus ada
kompensasi asuransi selama anak itu hidup dari efek samping vaksin palsu
yang sewaktu-waktu muncul," katanya.
Menurut dia, selama menjalani pelayanan vaksin di rumah sakit
tersebut, rata-rata orang tua menghabiskan uang ratusan ribu bahkan
jutaan rupiah, jika ditotal mencapai Rp50 juta.
Dikatakan Hudson, dari total 125 pasien yang terkontaminasi vaksin
palsu di RS St Elisabeth Bekasi, hanya sepuluh di antaranya yang
mengajukan gugatan di tambah dua keluarga pasien dari rumah sakit lain.
"Sebagain besar memilih untuk tidak menggugat dengan beragam alasan, hanya 12 saja yang kita advokasi," katanya.
Hudson mengakui bahwa upaya pihaknya mengajukan gugatan perdata baru
2,5 bulan pascamerebaknya kasus vaksin palsu karena selama ini pihaknya
masih fokus pada gugatan pidana di Polda Metro Jaya.
"Gugatan pidananya masih berjalan di Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, kemarin kita fokus dulu di sana," katanya.
12 pasien vaksin palsu ajukan gugatan perdata
Rabu, 5 Oktober 2016 19:20 WIB