Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Terorisme masih merupakan salah satu ancaman
besar di negara ini. Pada tahun 2016, Polri telah berhasil menggagalkan
beberapa rencana teror dan menangkap sejumlah pelaku.
Selain aksi teror, para pelaku teror juga turut menyebarkan paham
radikal yang telah berhasil mempengaruhi beberapa pelaku teror baru.
Kerja keras Polri termasuk Densus 88 patut diberi penghargaan karena
telah berhasil mencegah terjadinya aksi teror dan menekan terjadinya
radikalisasi selama tahun 2016.
Bom Thamrin
Awal tahun masyarakat dikejutkan dengan aksi teror
di ibu kota pada Kamis (14/1) pagi. Saat itu terjadi enam kali ledakan
yang dilanjutkan dengan aksi baku tembak di depan gerai kopi Starbucks
dan pos polisi Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta.
Akibat peristiwa tersebut, delapan orang meninggal dunia, yang empat
di antaranya adalah pelaku. Dian Joni Kurniadi merupakan pelaku yang
meninggal di dekat pos polisi.
Sementara Afif alias Sunakim dan Muhammad Ali merupakan pelaku yang
meninggal di depan halaman Starbucks. Sedangkan Ahmad Muhazin adalah
pelaku bom bunuh diri yang ditemukan tewas di dalam gerai Starbucks.
Densus 88 bergerak cepat, pada 22 Januari, enam orang diringkus karena diduga mengetahui rencana aksi teror bom Thamrin.
Keenam orang ini ditangkap di beberapa daerah yang berbeda. DS, Cun
dan Ju ditangkap di Cirebon (Jawa Barat), AH ditangkap di Indramayu
(Jabar) serta AM dan F ditangkap di Tegal (Jawa Tengah).
Polisi menengarai keenam orang tersebut mengetahui rencana aksi
pemboman tapi tidak turut serta. Dari penggeledahan di rumah tinggal
keenam orang tersebut ditemukan bahan peledak yang komposisinya sama
dengan bom Thamrin.
Perburuan kelompok teroris berlanjut pada 11 Februari, tim Densus
bersama Polda Jabar menangkap dua teroris berinisial I dan H di
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
I merupakan buronan dalam kasus pelatihan militer di Aceh. I juga
diketahui bergabung dengan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD)
pimpinan Abu Roban.
I dan H diketahui telah menyembunyikan buronan kasus terorisme,
Khumaidi alias Hamzah. Khumaidi sendiri diketahui satu kelompok dengan
pelaku bom Thamrin yakni mendiang Dian Joni Kurniadi.
Masih terkait dengan bom Thamrin polisi kembali menangkap sejumlah orang yang diduga terkait langsung.
Pada 20 Februari, ditangkap lima teroris di Malang, Jawa Timur yakni
Achmad Ridho Wijaya, Rudi Hadianto, Badrodin, Romli dan Handoko.
Pada 1 Maret, ditangkap dua teroris yakni S alias DA dan KW di area
makam Eyang Setuhu di Dusun Keramat, Desa Patokpicis, Kecamatan Wajak,
Kabupaten Malang. Sehari sebelumnya Densus juga menangkap dua orang
yakni PJ alias RB dan PKK alias LT di Kroya, Cilacap, Jateng.
Diketahui bahwa S alias DA dan KW sempat mengadakan pertemuan dengan
salah satu pelaku bom Thamrin di Malang, Jatim, sekitar sebulan sebelum
peristiwa bom Thamrin terjadi.
Dalam pertemuan tersebut, sebagian dari lima teroris yang ditangkap
di Malang pada 20 Februari juga hadir. Dalam pertemuan itu dibahas
rencana melakukan fai terhadap supermarket, WNA dan serangan terhadap
polisi.
Penggagalan rencana teror Surabaya
Aksi teror yang kembali
direncanakan oleh para teroris terdeteksi oleh Polri sehingga pada 8
Juni, Densus 88 dibantu Polda Jatim menangkap tiga teroris berinisial
PHP, JR dan FN.
PHP atau bernama lengkap Priyo Hadi Utomo ditangkap di Kenjeran,
Surabaya. Ia merupakan residivis kasus narkoba. Ia dipenjara di LP
Porong dan dibebaskan pada April 2014. Selama di Lapas Porong, Priyo
sering terlihat bersama Maulana Yusuf Wibisono dan Shibgotuloh.
"Priyo sering terpantau bersama Maulana Yusuf dan Shibgotuloh," kata Kadivhumas Polri Irjen Polisi Boy Rafli Amar.
Shibgotuloh merupakan mantan napi kasus terorisme yang terlibat
dalam perampokan Bank CIMB Niaga di Medan, Sumut. Sementara Maulana
Yusuf Wibisono alias Kholis merupakan mantan anggota Jamaah Islamiyah
jaringan Abu Dujana.
Priyo berperan sebagai pemimpin kelompok tersebut.
Selanjutnya ada Befri Rahmawan alias Azis alias Ibnu ditangkap di Jalan
Kalianak, Surabaya. Befri diketahui merupakan buronan Polres Malang
karena terlibat kasus pengeroyokan dan KDRT. Befri berperan mengatur
hari pelaksanaan rencana aksi, menyediakan bahan-bahan peledak dan calon
eksekutor.
Sementara Feri Novandi alias Abu Fahri alias Koceng ditangkap di
rumahnya yang berada di Dukuh Setro, Kecamatan Tambaksari, Surabaya.
Feri berperan sebagai pembuat rangkaian elektronik menggunakan sensor
cahaya.
Terakhir yaitu Sali alias Abah, berperan membuat bahan peledak dan ikut mengakomodasi tempat pembuatan bahan peledak.
Keempatnya diketahui hendak merencanakan aksi teror bom dengan target beberapa pos polisi di Surabaya.
"Mereka ingin menyerang negara melalui Kepolisian karena polisi
dianggap melakukan kegiatan pemberantasan teror," kata Irjen Boy.
Boy merinci empat lokasi yang menjadi target aksi teror bom kelompok
ini adalah Polres Tanjung Perak Surabaya, Pos Polisi Jalan Darmo, Pos
Polisi Jalan Basuki Rahmat dan Pos Polisi Taman Bungkul.
Bom Mapolresta Surakarta
Satu hari sebelum perayaan Idul Fitri,
tepatnya pada Selasa (5/7), terjadi serangan bom bunuh diri di halaman
Mapolresta Surakarta, Jawa Tengah.
Pelaku bernama Nur Rohman tewas dalam peristiwa tersebut. Atas
peristiwa tersebut, seorang polisi Brigadir Bambang Adi Cahyono
mengalami luka di wajahnya.
Dari catatan Kepolisian, Nur diketahui merupakan buronan kasus teror
di Bekasi pada Desember 2015. Polisi berhasil menangkap tujuh orang
termasuk Abu Musab alias Arif Hidayatullah di Bekasi, Jabar pada 23
Desember 2015. Namun, Nur Rohman melarikan diri dan akhirnya melakukan
peledakan di Mapolresta Surakarta.
Kelompok Bekasi pimpinan Abu Musab dan Nur Rohman ini diduga bagian
dari kelompok Jamaah Anshar Khilafah Daulah Nusantara (JAKDN), sama
seperti para pelaku bom Thamrin.
Densus terus bergerak mencari jaringan Nur Rohman hingga akhirnya
pada akhir Juli 2016, Tim Densus menangkap tiga tersangka H, Har dan AH.
Setelah diperiksa selama tujuh hari, ketiganya terbukti terkait secara
langsung dengan pelaku bom bunuh diri di depan Mapolresta Surakarta, Nur
Rohman.
Dari hasil pemeriksaan, Har alias Glondor mengakui bahwa dia diperintah H agar mencari kontrakan untuk Nur Rohman.
Har juga mengaku bahwa ia telah menghubungkan Nur Rohman dengan Abu
Musab di Bekasi serta membiayai Nur Rohman berangkat ke Bekasi.
Sementara tersangka AH mengatakan bahwa pada Desember 2015, Nur
Rohman menemui dirinya dan mengatakan bahwa Nur Rohman sedang diburu
polisi sehingga minta disembunyikan dan dicarikan pekerjaan.
Sementara tiga orang lainnya yang ditangkap yakni C, Wi dan Zu hanya
dijadikan saksi dan dibebaskan karena tidak mengetahui identitas asli
dan sepak terjang Nur Rohman.
"Ketiganya tidak mengetahui nama asli Nur Rohman. Baik C, Wi dan Zu
mengenal Nur Rohman dengan nama samaran Bayu. Bayu diperkenalkan kepada
ketiganya oleh tersangka AH," kata Kadivhumas.
Saat itu,AH minta tolong kepada C agar mencarikan pekerjaan untuk
saudaranya bernama Bayu. Kemudian C menemui Wi agar Wi bisa menerima
Bayu bekerja di usaha pembuatan paving block serta di kandang ayam yang
dikelola istri Wi, Zu.
Dari keterangan Zu, terkuak bahwa Bayu pernah bekerja di kandang ayam miliknya sejak Maret 2016.
"Zu melihat Bayu terakhir kali pada 4 Juli," katanya.
Rencana aksi teror Batam
Gigih Rahmad Dewa (GRD) bersama empat orang kelompok KGR pada Jumat ditangkap tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri di Batam.
Pada Jumat (5/8), Densus 88 Antiteror Mabes Polri bersama jajaran
Polda Kepri menangkap lima teroris yang tergabung dalam kelompok Kitabah
Gonggong Rebus (KGR) di Batam, Kepulauan Riau.
Kelimanya ditangkap di beberapa lokasi yang berlainan. GRD (31), Tar
(21) dan ES (35) ditangkap di kawasan Batam Center, TS (46) ditangkap
di Nagoya dan HGY (20) ditangkap di Jalan Brigjen Katamso, Batu Aji,
Batam.
Kelompok ini diduga pernah merencanakan serangan teror dengan target serangan di Marina Bay, Singapura.
"Mereka (pernah) berencana akan menyerang menggunakan roket dari Batam ke Singapura".
Serangan tersebut rencananya akan dilakukan GRD bekerja sama dengan petempur ISIS asal Indonesia, Bahrun Naim.
"Kemungkinan rencana tersebut pas sebelum BN (Bahrun Naim) pergi ke Suriah," katanya.
Kelompok tersebut diduga juga mendapatkan pelatihan cara membuat bom
dari Bahrun melalui percakapan di jejaring sosial, Facebook.
Kelompok ini diduga memiliki hubungan dengan pelaku bom bunuh diri di Polresta Surakarta, Nur Rohman.
Selain itu, GRD juga diketahui merencanakan sejumlah aksi bom bunuh
diri dengan menargetkan tempat keramaian dan kantor polisi.
Aksi teror gereja
Aksi teror juga terjadi di gereja. Pada
Minggu, 28 Agustus 2016, pelaku berinisial IAH mencoba membunuh pastor
di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Jalan dr Mansyur, Medan, Sumatera
Utara.
Awalnya, IAH berpura-pura menjadi jemaat dan masuk mengikuti
kebaktian di gereja tersebut. Ketika Pastor Albert S. Pandiangan akan
memberikan khotbah, pelaku mengejarnya hingga ke mimbar gereja sambil
membawa tas berisi bom rakitan dan sebilah pisau.
IAH berupaya melukai pastor dengan pisau yang dibawanya tapi hanya
melukai tangan pastor. Sementara tas yang berisi bom gagal meledak dan
hanya mengeluarkan api dan asap.
Setelah ditangkap, IAH mengaku bahwa dirinya disuruh seseorang untuk melakukan aksi teror di gereja tersebut.
Dua bulan kemudian juga terjadi teror di gereja. Kali ini gereja di Samarinda yang menjadi target.
Pada Minggu (13/11), terjadi pelemparan bom molotov di depan Gereja
Oikumene, Jalan Cipto Mangunkusumo Nomor 32 RT 03 Kelurahan Sengkotek
Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur.
Peristiwa pelemparan bom molotov itu terjadi usai jemaat gereja
melaksanakan misa, sekitar pukul10.00 WITA yang diarahkan pelaku ke
parkiran kendaraan Gereja Oikumene.
Akibat kejadian tersebut, empat anak balita mengalami luka serius,
bahkan seorang korban di antaranya bernama Intan Olivia Marbun yang
berumur 2,5 tahun meninggal dunia.
Atas aksi teror ini, polisi menetapkan tujuh tersangka, termasuk
pelaku pelemparan bom, Juhanda alias Joh alias Muhammad bin Aceng
Kurnia. Enam tersangka lainnya Supriadi, GA (16), RP (17), Ahmadani,
Rahmad dan Joko Sugito.
Juhanda diketahui pernah menjalani hukuman penjara selama lebih dari
tiga tahun sejak Mei 2011 atas kasus teror bom Puspitek, Serpong,
Tangsel, Banten. Kemudian Juhanda dinyatakan bebas bersyarat setelah
mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 juli 2014.
"Kemudian pelaku pindah ke Samarinda dan bekerja sebagai buruh di sana," kata Boy.
Tak hanya terlibat kasus teror bom di Serpong, Juhanda alias Joh juga
diduga terkait dengan kasus bom buku di Jakarta pada 2011 yang
tergabung dalam kelompok Pepy Fernando.
"Ini jaringan lama. Sekarang dia bergabung dengan JAD (Jamaah Anshar Daulah) Kaltim," ujarnya.
Sementara Joko adalah pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) cabang
Samarinda, Kaltim dan pernah menjadi santri di pondok pesantren milik
Aman Abdurrahman, pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Mengancam objek vital negara
Pada Rabu (23/11), polisi menangkap
seorang terduga teroris di Majalengka, Jawa Barat, Rabu, yang
disinyalir merupakan jaringan Bahrun Naim.
"Pada Rabu 23 November 2016 sekitar pukul09.00 WIB telah dilakukan
penangkapan pelaku terorisme bernama Rio Priatna Wibawa," kata
Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar.
Ia adalah Rio Priatna Wibawa, pria kelahiran Majalengka, 27 Desember
1992 itu diketahui belum menikah dan belum bekerja. Rio ditangkap di
rumahnya di Desa Girimulya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka.
Kadivhumas mengatakan sejumlah barang bukti yang disita di rumah Rio
adalah bahan HMTD, anfo, blackpowder, RDX, TNT,asam nitrat, asam
sulfat, air raksa, pupuk urea, gelas kimia dan paku gotri.
Bahan peledak yang ditemukan di rumah Rio rencananya akan diledakkan
di berbagai lokasi yang merupakan objek vital negara seperti Gedung
DPR/MPR, Mabes Polri, Mako Brimob, stasiun televisi berita, tempat
ibadah dan beberapa kantor Kedutaan Besar pada akhir 2016.
Rio membuat bahan-bahan peledak tersebut di laboratorium rumahnya
atas pesanan dari sejumlah daerah yakni dari Sumatera, Jawa dan Nusa
Tenggara.
"Namun, sebelum bahan tersebut jadi bom dan diedarkan, si pembuat
(RPW) sudah keburu ditangkap Densus," ujar Kepala Biro Penerangan
Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rikwanto.
Para pemesan tersebut merupakan orang-orang dalam jaringan kelompok Bahrun Naim.
Rio yang pernah kuliah di fakultas pertanian di sebuah universitas
di Majalengka ini diketahui menyukai mata pelajaran kimia semenjak di
bangku SMP.
Kemudian ia pun direkrut oleh kelompok radikal jaringan Bahrun
karena mereka tertarik dengan keahliannya dalam membuat senyawa kimia.
"Direkrut sekitar tiga tahun lalu," ungkapnya.
Rio kemudian teradikalisasi setelah membaca sejumlah artikel dan
buku-buku milik Aman Abdurrahman, pemimpin Jamaah Ansarut Daulah (JAD)
yang kini dipenjara di Lapas Nusakambangan Cilacap.
Meski belum pernah bertemu langsung dengan Bahrun Naim, Bahrun
secara langsung memerintahkan Rio membuat bom untuk kebutuhan aksi bom
bunuh diri.
Rio kemudian mempelajari cara membuat bom dari internet dan panduan
dari Bahrun yang disampaikannya melalui akun jejaring sosial Facebook.
Kemudian pada Sabtu (26/11), Densus 88 menangkap terduga teroris
bernama Bahrain Agam di Desa Blang Tarakan, Kecamatan Sawang, Kabupaten
Aceh Utara.
Pada Minggu (27/12), tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri kembali
membekuk seorang terduga teroris bernama Hendra alias Abu Pase di Jalan
Ismaya Raya, Pondok Benda, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Menurut Brigjen Rikwanto, Hendra yang merupakan warga Aceh ini
diketahui sebagai pemberi dana operasional dan membuat bahan peledak.
Sementara di tempat yang berbeda, tim Densus menangkap terduga teroris
lainnya bernama Saiful Bahri alias Abu Syifa di Desa Baros, Serang,
Banten.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui Bahrain berperan merancang bom,
ikut membeli bahan-bahan peledak dan memberikan dana Rp7 juta untuk
keperluan aksi terorisme.
Sementara Saiful berperan membantu Rio membangun laboratorium di
rumah Rio yang digunakan untuk membuat bom serta turut merencanakan aksi
pengeboman di beberapa objek vital.
Keempatnya merupakan jaringan sel JAD yang berbaiat kepada ISIS,
dalam hal ini dipimpin petempur ISIS asal Indonesia, Bahrun Naim.
Rencana bom Istana
Pada Sabtu (10/12), Densus 88 menangkap tiga
terduga teroris, MNS dan AS (laki-laki) serta DYN (perempuan). MNS dan
AS ditangkap di jalan layang Kalimalang, Bekasi.
Sementara DYN ditangkap di rumah kontrakan di Jalan Bintara Jaya 8 Bekasi, Jawa Barat.
Polisi menemukan barang bukti berupa bom rakitan berbentuk penanak nasi
elektronik (rice cooker) di kamar 104 kontrakan tiga lantai itu.
Tim Gegana Polda Metro Jaya meledakkan satu bom aktif yang ditemukan
di tempat kejadian perkara (TKP) pada Sabtu (10/12) malam.
Sedangkan terduga teroris selanjutnya, Suyanto alias Abu Izzah
ditangkap di daerah Sabrang Kulon Matesih, Kabupaten Karanganyar, Solo,
Jawa Tengah.
M. Nur Solikhin alias MNS (26 tahun) berperan sebagai pimpinan
jaringan ini. Ia juga merekrut langsung DYN, AS, Suyanto, dan KF serta
menerima transfer dana dari Bahrun Naim.
Agus Supriyadi (AS) alias Agus bin Panut Harjo Sudarmo (36) berperan
menyewa mobil rental untuk mengantar bom ke Bekasi. Diketahui, AS
bersama MNS menerima bom dari Suyanto di Karanganyar dan mengantarkannya
ke Bekasi.
Dian Yulia Novi (DYN) alias Ayatul Nissa Binti Asnawi (27),
merupakan istri kedua MNS. Ia diproyeksikan sebagai calon "pengantin"
aksi bom bunuh diri di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, pada
Minggu (11/12) pagi.
Rencananya aksi tersebut menargetkan momen pergantian petugas jaga paspampres di Istana.
Kemudian Suyanto (40) alias Abu Iza alias Abu Daroini Bin Harjo
Suwito ditangkap didaerah Sabrang Kulon Matesih, Kabupaten Karanganyar,
Solo, Jawa Tengah pada Sabtu (10/12) malam.
Suyanto yang bekerja sebagai petani ini menyediakan rumahnya untuk
menjadi tempat untuk merakit bom, dirinya juga mengantar bom tersebut
dari rumahnya ke pom bensin dekat waduk di Karanganyar untuk diserahkan
ke MNS dan AS.
Selanjutnya pada Minggu (11/12), tim Densus 88 kembali menangkap tiga terduga teroris jaringan MNS.
Ketiganya ditangkap di tiga daerah berbeda, yakni terduga teroris
berinisial KF (22) ditangkap di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur; APM (25)
ditangkap di Solo, Jawa Tengah dan WP (24 tahun) ditangkap di Klaten,
Jawa Tengah.
Khafid Fatoni (KF) alias Toni bin Rifai yang merupakan mahasiswa,
berperan membuat bahan peledak TATP di rumahnya di Ngawi berdasarkan
panduan dari Bahrun Naim yang diberikan melalui internet dan merakit bom
bersama MNS di rumah Suyanto.
"KF sering berkomunikasi dengan Bahrun Naim," ujarnya.
Arinda Putri Maharani (APM) alias Arinda Binti Winarso (25)
merupakan istri pertama MNS, perannya mengetahui rencana pembuatan bom
dan menerima dana untuk membuat bom.
Wawan Prasetyawan (WP) alias Abu Umar Bin Sakiman (24) bekerja
sebagai buruh bangunan. WP berperan menyimpan bahan peledak atas
perintah MNS.
Aksi teror Solo
"Dari hasil pengembangan penangkapan Wawan Prasetyawan,ditangkap tiga orang terduga teroris lainnya," paparnya.
Polri menangkap tiga orang yakni Imam Syafii (33) yang terindikasi
sebagai pelaku teror bom molotov di toko Alfamart, Solo pada 5 November
dan teror di Candi Resto, Solo Baru pada 3 Desember 2016.
Selanjutnya Sumarno (44) ditangkap di Klaten. Kemudian terduga
teroris yang ditangkap selanjutnya, Sunarto (30) dari Karanganyar, Jawa
Tengah diduga terlibat sebagai pelaku teror di Candi Resto, Solo Baru.
Selanjutnya Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri bersama Polres
Tasikmalaya menangkap terduga teroris perempuan berinisial TS alias UA.
"TS alias UA ditangkap pada Kamis 15 Desember 2016, sekitar pukul
04.30 WIB di rumah kontrakan Jalan Padasuka, Babakan Jawa RT 03 RW 10
Kelurahan Sukamaju Kaler Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya,"
tuturnya.
TS yang merupakan ibu rumah tangga ini diduga terlibat memberikan
motivasi kepada terduga teroris lainnya, DYN untuk "berjihad".
Selain itu, TS juga memiliki andil mempertemukan DYN dengan MNS.
Di hari yang sama, Densus menangkap teroris Ika Puspitasari (IP),
warga Dusun Tegalsari, Desa Brenggong, Kabupaten Purworejo.
Ika ditangkap di musola Dusun Tegalsari, Desa Brenggong, Kecamatan
Purworejo saat sedang ikut mempersiapkan kegiatan Maulid Nabi SAW.
Selanjutnya, pada Minggu (18/12), polisi juga menangkap tersangka
teroris Tri Setiyoko (TS), warga Kampung Sewu RT 01 RW 07 Kecamatan
Jebres Solo.
Tri Setiyoko diduga memiliki hubungan dengan aksi pelemparan bom molotov di Serengan Solo dan Grogol Sukoharjo.
Polisi juga menangkap terduga teroris lainnya, Yasir (Ysr) warga Jalan Progo RT 04 RW 02 Semanggi, Solo.
"Perannya, TS dan Ysr diduga sebagai peracik, pembuat bom yang akan
diledakkan di Pulau Bali, dimana IP diproyeksikan sebagai pengantinnya,"
katanya.
Penangkapan serentak
Pada Rabu (21/12), tim Densus 88 berupaya
menangkap empat orang terduga teroris di wilayah Tangerang Selatan,
namun tiga orang di antaranya tewas ketika digerebek tim Densus 88
Antiteror Mabes Polri di kontrakan mereka.
Rikwanto merinci, awalnya tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri
menangkap terduga teroris bernama Adam di Jalan Raya Serpong. Kemudian
tim berupaya mengamankan tiga rekan Adam yang masih berada di kontrakan
di Kampung Curug, Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan.
Rikwanto mengatakan ada perlawanan dari ketiga terduga teroris yang
diketahui bernama Omen, Helmi, dan Irwan saat Densus berupaya
mengamankan mereka.
"(Pelaku) sudah diminta untuk menyerah, tapi ada perlawanan dari tiga pelaku dengan melempar bom kepada aparat," ungkapnya.
Setelah pelaku melempar bom, terjadi kontak tembak antara pelaku dan
Densus. Namun, akhirnya Densus berhasil melumpuhkan para pelaku.
"Setelah aparat Densus dilempar bom, Densus berusaha menembak pelaku. Akhirnya ketiga pelaku meninggal dunia," ucapnya.
Dari pemeriksaan sementara, diketahui bahwa keempatnya berencana melakukan aksi teror di pos polisi.
"Mereka punya rencana menyerang pos polisi dengan lebih dulu
melakukan penusukan pada anggota (polisi) yang tengah bertugas dengan
tujuan menarik perhatian masyarakat, setelah masyarakat berkumpul, baru
pelaku datang bawa bom untuk diledakkan," tuturnya.
Lebih lanjut, Rikwanto menjelaskan rencana teror bom bunuh diri
tersebut akan dilakukan dengan melakukan penyerangan di Pos Polisi
perempatan Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan. Sasarannya
yakni polisi yang tengah berjaga di lokasi tersebut.
Di hari yang sama berlokasi di Kabupaten Payakumbuh, Sumatera Barat,
Densus 88 menangkap terduga teroris atas nama Jhon Tanamal alias Hamzah
(H). Ia diduga terkait dengan kelompok teroris jaringan Solo yang
dipimpin Abu Zaid.
Hamzah ditangkap di rumahnya di Jalan Soekarno-Hatta Nomor 69 Rt.
004 Rw. 001 Kelurahan Balai Nan Duo, Kecamatan Payakumbuh Barat, Kota
Payakumbuh, Provinsi Sumatra Barat.
"H ini perannya membeli bahan-bahan yang diperlukan oleh Abu Zaid
untuk membuat bahan peledak dan bom. Selain itu H juga menjadi sumber
pendanaan pembuatan bahan peledak dan bom oleh kelompok tersebut. H dan
Abu Zaid juga melakukan percobaan pembuatan bahan peledak dan bom," ujar
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus
Sitompul.
Sementara di Deli Serdang, Sumatera Utara, Densus 88 juga menangkap satu terduga teroris atas nama Safei Lubis alias S.
S ditangkap karena terlibat dengan kelompok radikal Katibah Gonggong Rebus (KGR) pimpinan Gigih Rahmat Dewa.
S berperan merekrut anggota KGR dan memfasilitasi keberangkatan orang ke Suriah.
Masih di hari yang sama, Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap
seorang terduga teroris bernama Abisya alias Ha di rumahnya di Sagulung
Bahagia Blok N/3 Rt. 003 Rw. 008 Kelurahan Sungai Lekop, Kecamatan
Sagulung, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Abisya (28 tahun) ditangkap diduga terkait dengan terduga teroris
Safei Lubis alias S yang telah ditangkap sebelumnya di Deli Serdang,
Sumatera Utara.
Keduanya diduga tergabung dalam kelompok KGR.
Peran Abisya yakni memfasilitasi dua WNA Cina etnis Uighur bernama
Ali alias Faris Kusuma alias Nu Mehmet Abdulah Cuma dan Doni Sanjaya
alias Muhamad alias Halide Tuerxun yang termasuk dalam jaringan teroris
the East Turkestan Islamic Movement masuk ke Indonesia secara ilegal dan
menyembunyikan keberadaannya selama di Batam.
Selain itu, Abisya juga ikut serta dalam mengelola Rafiqa Travel milik istri Bahrun Naim, Rafiqa Hanum.
Abisya juga berperan sebagai perekrut orang untuk berangkat ke Suriah.
"Dia juga mengikuti baiat pada ISIS bersama-sama dengan anggota
kelompok KGR pada Agustus 2015 di Sungai Ladi, Batam," ujarnya.
Abisya dan tiga terduga teroris yang telah ditangkap pada hari
tersebut langsung dibawa ke Jakarta guna pemeriksaan lebih lanjut.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengakui bahwa dari sejumlah
penangkapan terhadap teroris, sebagian besar merupakan anggota JAD.
"JAD ini pimpinan lokalnya Aman Abdurrahman. Lalu di ISIS-nya ada
Bahrun Naim, Bahrun Syah. Aman memiliki banyak sel," kata Kapolri.
Sel-sel tersebut ditengarai ada yang bekerja sendiri, ada yang berkelompok.
"Yang agak rawan yang lone wolf (bekerja sendiri). Mereka belajar
otodidak dari internet, teradikalisasi sendiri dan beroperasi sendiri,"
katanya.
Pihaknya pun berjanji tidak akan berhenti memberantas jaringan
teroris hingga ke akar-akarnya sehingga Indonesia aman dari teror
kelompok teroris.
Masyarakat bisa sedikit lega karena puluhan pelaku teror telah
berhasil diamankan oleh Polri sepanjang 2016, namun ancaman terorisme
tidak akan begitu mudahnya berakhir. Pemerintah diminta untuk
memaksimalkan peran Polri, TNI, dan intelijen untuk mencegah terjadinya
aksi-aksi teror selanjutnya.
Pemerintah juga diminta untuk terus melakukan pendidikan kepada
masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh ajaran dari paham radikal.
Yang terpenting, masyarakat harus tetap waspada dengan
lingkungannya, terutama dengan orang asing yang bertingkah mencurigakan.
Pengawasan masyarakat adalah hal terpenting dalam mencegah terorisme
karena aparat keamanan tidak akan mampu untuk mengawasi seluruh pelosok
negeri ini.
Dengan kewaspadaan dan kerja sama yang baik antara masyarakat,
aparat keamanan dan pemerintah maka segala bentuk ancaman teror dapat
dicegah untuk terjadi lagi di bumi pertiwi ini.
Aksi dan rencana teror sepanjang 2016
Minggu, 25 Desember 2016 22:23 WIB