Aleppo, Suriah (ANTARA GORONTALO) - Tiga tahun lalu ketakutan menyelimuti
diri, tapi sekarang Bakri Maruf (53) tak lagi dikuasai perasaan itu saat
ia menggerakkan kursi rodanya melalui tumpukan puing di Bustan Al-Qasr
ke dalam Aleppo Timur, yang dikuasai gerilyawan.
Tiga tahun lalu, pecahan amunisi melukai kedua kakinya dan membuat ia menggunakan kursi roda.
"Saya dulu berharap saya bisa memasuki Aleppo Timur lagi dengan
berjalan kaki. Tapi karena kondisi saya, saya tak bisa melakukannya,
meskipun saya senang sebab saya akan melihat rumah saya di Permukiman
Mashad," kata Maruf kepada Xinhua, saat putranya berjalan di sampingnya
untuk membantu dia.
Maruf adalah satu dari ribuan orang yang telah mulai kembali untuk
memeriksa rumah mereka di Aleppo Timur di Suriah Utara, setelah militer
mengumumkan kekuasaannya atas seluruh kota tersebut, setelah kelompok
terakhir gerilyawan keluar dari wilayah itu pada Jumat (23/12).
Bustan Al-Qasr adalah persimpangan utama antara bekas daerah yang
dikuasai gerilyawan di bagian timur dan daerah yang dikuasai pemerintah
di bagian barat kota tersebut.
Persimpangan itu sangat penting buat warga Aleppo, yang dulu biasa
melintas pergi-pulang antara kedua bagian kota tersebut untuk
mengunjungi kerabat mereka atau pergi kerja, maupun sekolah.
Reruntuhan dua truk karung telah digunakan di pintu masuk
penyeberangan itu, yang menjadi urat nadi kehidupan bagi kedua wilayah
kota tersebut, terutama ketika gerilyawan mengepung wilayah pemerintah
di Aleppo pada 2012, tahun sama dengan jatuhnya Aleppo Timur ke dalam
kekuasaan gerilyawan.
Saat itu, pos pemeriksaan dikuasai oleh satu kelompok gerilyawan
fanatik yang berusaha mengutip uang dari orang yang takut terhadap
perang dan menggunakan wilayah tersebut.
Namun dengan serangan militer belum lama ini di Aleppo, yang telah
menyebabkan evakuasi para gerilyawan dan keluarga mereka dari bagian
timur kota itu, tidak ada lagi Aleppo Timur dan Aleppo Barat. Sekarang
kota tersebut satu, kata pegiat pro-pemerintah dari Aleppo yang ingin
melihat kota itu kembali jadi satu lagi.
Truk pemerintah dengan cepat mulai mengangkuti karung pasir dan
rongsokan bus yang menghalangi penyeberangan atau jalan antara kedua
bagian kota tersebut, sehingga memudahkan arus warga sipil, yang telah
meninggalkan Aleppo Timur dalam waktu lama, untuk kembali dan memeriksa
rumah mereka.
"Saya dulu takut untuk menetap ketika saya pulang ke rumah saya, dan
sekalipun rumah itu mungkin hancur, putra saya akan membangunnya
kembali suatu hari. Saya yakin mengenai itu," kata Maruf.
Di satu bagian penyeberangan, Foad Hilwani, pengemudi taksi yang
berusia 38 tahun, mengatakan ia dulu adalah pedagang yang bekerja
bersama ayahnya selama 12 tahun sebelum meletusnya krisis pada 2011,
peristiwa yang menghancurkan usahanya.
"Ketika perang sampai ke Aleppo, usahanya secara negatif
terpengaruh, dan saya akhirnya kehilangan toko saya di Daerah bab
Al-Fraaj," kata Hilwani kepada Xinhua.
Ia berharap bisa kembali ke profesinya dulu sebagai pedagang, saat ia menyampaikan kekecewaan dengan pekerjaannya saat ini.
Pegiat: Aleppo satu, tak ada lagi bagian barat atau timur
Senin, 26 Desember 2016 15:10 WIB