Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengingatkan
pemerintah untuk dapat segera bertindak melindungi Anak Buah Kapal (ABK)
Indonesia yang teraniaya ketika bekerja di kapal asing seperti yang
dilaporkan terjadi di Taiwan.
"Pemerintah harus segera menghubungi dan mengirim perwakilan
Indonesia di Taiwan guna membantu penyelidikan," kata Dede Yusuf di
Jakarta, Kamis.
Dia mengingatkan bahwa secara internasional telah berlaku Konvensi
Ketenagakerjaan Kemaritiman yang memberikan perlindungan kepada ABK
Indonesia tersebut.
Politisi Partai Demokrat itu juga menginginkan pemerintah dapat
mendorong Taiwan memberi sanksi kepada perusahaan yang telah melakukan
praktek seperti perbudakan terhadap ABK Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
menginginkan berbagai pihak dapat terus berupaya melindungi ABK
Indonesia yang diperkirakan masih banyak yang mengalami kondisi tidak
manusiawi di berbagai lautan internasional.
"Indonesia pemasok terbesar dalam dunia tenaga kerja ABK," kata
Menteri Susi dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (24/1).
Menurut dia, pada saat ini diperkirakan ada terdapat sekitar ratusan
ribu warga negara Indonesia yang bekerja di kapal asing, yang rata-rata
berada dalam kondisi kesejahteraan yang minim dan tidak memadai.
Menteri Susi juga mencontohkan, ketika kunjungan Wakil Presiden ke
Hawaii (Amerika Serikat) juga ditemukan adanya ABK Indonesia yang
bekerja di kapal asing yang ternyata tidak bisa mendarat ketika kapal
berlabuh.
Alasan mengapa mereka tidak bisa menginjakkan kaki di daratan,
ungkap Susi, adalah karena para ABK tersebut tidak memiliki dokumen yang
legal atau resmi. Kalau para ABK itu tidak memiliki dokumen resmi,
lanjutnya, maka bisa dipastikan pula bahwa mereka juga tidak memiliki
proteksi terhadap kondisi mereka.
KKP juga telah meluncurkan laporan penelitian berdasarkan pengalaman
langsung dari para saksi mata yang menjadi korban perdagangan orang di
kapal, dan merupakan hasil kerja sama IOM (Organisasi Internasional
Migrasi) Indonesia dan Satgas 115-KKP, serta bantuan UI dan Coventry
University.
Penelitian IOM itu meliputi penipuan yang sistematis dan terstruktur
dalam praktek rekrutmen dan eksploitasi ABK dari berbagai negara di
kawasan Asia Tenggara, termasuk berbagai pernyataan saksi mata mengenai
kekerasan dan pembunuhan di laut, serta membuang jasad secara ilegal.
Kemudian, kasus eksploitasi tenaga kerja seperti memaksa ABK untuk
bekerja lebih dari 20 jam per hari, berbagai tindakan melawan hukum
antara lain mematikan transmitter kapal, menggunakan peralatan yang
dilarang dan membahayakan, transshipment ilegal, pemalsuan dokumen dan
logbook.
Terakhir adalah tumpang tindih regulasi yang mengakibatkan
ketidakjelasan tanggung jawab institusi pemerintah terkait dengan
pengawasan rekrutmen tenaga kerja, kondisi kerja, perusahaan perikanan,
agensi perekrutan, dan kapal.
Anggota DPR: lindungi ABK Indonesia yang teraniaya
Kamis, 26 Januari 2017 23:02 WIB