akarta (ANTARA GORONTALO) - KPK menduga Basuki Hariman yang merupakan
pengusaha penyuap hakim Konstitusi Patrialis Akbar masuk dalam kartel
yang mengurus daging impor.
"Iya, dia itu kartel. Lihat saja kita dapatkan 28 stampel di
perusahaannya itu. Jadi itu mereka penguasa daging sapi," kata Wakil
Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Selasa.
Dalam penggeledahan yang dilakukan di gedung PT Sumber Laut Perkasa
di Sunter pada Jumat (27/1), penyidik KPK menemukan 28 cap atau stempel
yang bertuliskan nama kementerian dan organisasi internasional terkait
dengan importasi daging.
Stempel itu antara lain merupakan stempel Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI, label halal
dari negara pengekspor daging seperti "Austalian Halal Food Services",
"Islamic Coordinating Council of Victoria", Queensland, Kanada dan
China.
"Karena Bulog itu melalui peraturan pemerintah hadir untuk mengurai
tata niaga supaya ada persaingan maka salah satunya persaingan dengan
Bulog," tambah Laode.
Monopoli itu menurut Laode dilanggengkan dengan peraturan yang
menyatakan bahwa impor daging sapi hanya dapat berasal dari sejumlah
negara tertentu.
"Sebenarnya (kartel) itu mungkin karena melalui peraturan presiden.
Mereka, termasuk Basuki ini yang mau memonopoli sehingga dengan adanya
impor dari Bulog itu merasa tersaingi dan tidak bisa jual lebih mahal.
Makanya mereka meminta JR (Judicial Review) supaya jangan dibolehkan
Bulog untuk mengimpor dari negara yang dianggap belum 100 persen,"
ungkap Laode.
Namun KPK menurut Laode masih fokus untuk mengusut kasus Basuki yang
menyuap hakim konstitusi Patrialis Akbar terkait uji materi UU
Peternakan, dan belum mengembangkan kepada kasus lainnya.
"Kami belum fokus pengembangannya karena masih fokus yang ini," tambah Laode.
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga
menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS
dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama
PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar
permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41
Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.
Perkara No 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon
yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia
(GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang
merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena
pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat
bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi
lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama
ini telah dinikmati.
UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone
Based", dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk
dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan
Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.
Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang
hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK
seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi
impor PT Sumber Laut Perkasa.
Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan
pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No
20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20
tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny,
yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999
sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara
paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil
Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
KPK: penyuap Patrialis Akbar diduga kartel
Selasa, 31 Januari 2017 23:41 WIB