Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melibatkan multisektor dan pemangku kepentingan terkait guna mengawasi dan mencegah penggunaan bahan baku terlarang pada makanan dan obat sejak di hilir.
"Tujuan output akhirnya adalah bagaimana rakyat dan masyarakat kita itu kita lindungi. Lindungi keamanannya, keamanan dari segi makanan, minuman, dan obat-obatan tentunya. Juga yang paling penting kita lindungi keselamatannya," kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam kegiatan Kick Off Aksi Bersama Pencegahan dan Penanganan Rantai Pasok Bahan Berbahaya/Bahan Dilarang pada Pembuatan Sediaan Farmasi dan Pangan Olahan di Jakarta, Senin.
Taruna menjelaskan seiring berkembangnya zaman, maka semakin berkembang pula berbagai teknologi produksi pangan dan obat-obatan. Namun menurut dia, bagai pisau bermata dua, tak semua teknologi ini memberikan manfaat positif dalam perkembangan produk makanan dan obat-obatan.
Berbagai produk makanan dan obat-obatan tersebut, lanjut dia, tidak semuanya legal, sehat, dan bahkan sebagian di antaranya banyak yang berbahaya hingga berisiko pada keselamatan jiwa.
Taruna mengungkapkan selama ini penanganan kasus bahan berbahaya pada makanan dan obat-obatan selalu dilakukan di hilir, dan terkesan seperti memadamkan api yang sudah berkobar.
"Saya melihat kalau teknik dan sistem seperti itu, kejahatan tidak akan bisa berkurang apalagi hilang. Oleh karena itu, apa yang kita lakukan hari ini? Kita punya komitmen bersama bahwa ini tanggung jawab kita bersama-sama, khususnya berhubungan dengan rantai pasok bahan dasar. Kita masuk ke hulunya," tegasnya.
Taruna menekankan aksi bersama yang turut melibatkan sejumlah lembaga seperti Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), hingga pemerintah daerah ini dilakukan sebagai upaya preventif agar kasus penggunaan bahan terlarang pada makanan dan obat-obatan bisa dinihilkan.
Sebab, lanjut dia, BPOM telah melaporkan lebih dari 200 ribu tautan penjualan obat dan makanan berbahan baku terlarang. Hal ini senada dengan paparan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebutkan satu dari sepuluh produk medis yang beredar di negara berkembang adalah palsu atau bermutu rendah.
Menurut Taruna, hal ini harus menjadi perhatian bersama, sebab proyeksi pasar obat dan makanan di Indonesia pada 2025 ini mencapai Rp4.674 triliun, dan menyumbang sekitar 8,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia 2025.
"Nah kalau kita masuk ke situ (pencegahan dari hulu), maka insyaallah tahun depan kejahatan di bidang obat dan makanan pasti merosot," tegasnya.
Melalui langkah ini, Taruna optimistis masyarakat Indonesia bisa semakin terlindungi, serta terjamin atas konsumsi makanan dan obat-obatannya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPOM libatkan multisektor awasi rantai pasok bahan baku terlarang
