Gorontalo (ANTARA) - Pengurus Wilayah Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara (APHTN/HAN) Provinsi Gorontalo menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait polemik wacana pemanfaatan trotoar di Jalan Ex. Andalas dan Jalan Hos Cokroaminoto sebagai ruang ekonomi baru bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dalam pernyataan tersebut, Dr Novendri Nggilu M.H selaku Ketua PW APHTN/HAN Provinsi Gorontalo menegaskan pentingnya kehati-hatian dan kepatuhan hukum dalam menyikapi wacana tersebut. “Kami pengurus telah mencermati polemik ini dan telah membahas bersama sehingga perlu untuk kami rumuskan pernyataan sikap sebagai tanggungjawab moril atas tegaknya kepatuhan hukum di daerah”, tegas Novendri.
Pernyataan ini pun ditujukan sebagai masukan kepada Gubernur Gorontalo agar langkah-langkah yang diambil bersifat pruden, terukur, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Novendri menekankan bahwa poin utama pernyataan sikap kami menitikberatkan pada beberapa hal:
Pertama, Kewenangan Pemerintah Daerah Berdasarkan UUD 1945. PW APHTN/HAN Provinsi Gorontalo perlu mengingatkan bahwa Pasal 18 Ayat (2) UUD 1945 memberikan hak kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sendiri. Dalam konteks ini, Gubernur memiliki fungsi pembinaan, pengawasan, dan koordinasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota.
Kedua, Status Jalan Menentukan Kewenangan. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, pengelolaan jalan dibagi berdasarkan statusnya: jalan nasional oleh pemerintah pusat, jalan provinsi oleh pemerintah provinsi, dan jalan kabupaten/kota oleh pemerintah kabupaten/kota. Jika trotoar berada di jalan provinsi, maka kewenangan pengelolaannya berada di tangan Gubernur. Pemerintah kabupaten/kota tidak dapat mengatur pemanfaatan trotoar tersebut tanpa persetujuan atau kerja sama resmi.
Ketiga, Potensi Pelanggaran Kewenangan dan Fungsi Trotoar. PW APHTN/HAN Provinsi Gorontalo menilai bahwa penggunaan trotoar jalan provinsi untuk kegiatan UMKM tanpa izin dari pemerintah provinsi merupakan bentuk melampaui kewenangan. “mohon maaf perlu kami tegaskan bahwa sistem pemerintahan berjenjang berbasis desentralisasi tidak menghendaki adanya saling melampaui kewenangan. Sebab, kewenangan Gubernur dan Bupati/Walikota sudah dibagi secara proporsional sebagaimana amanat UUD NRI Tahun 1945 dan UU Pemerintahan Daerah” tukas Novendri. Lebih lanjut PW APHTN/HAN Provinsi Gorontalo dalam press realese-nya menjabarkan beberapa regulasi yang berpotensi dilanggar antara lain:
a) amanat UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, menyatakan bahwa pengelolaan jalan, termasuk trotoar, harus sesuai dengan status jalan. Trotoar di jalan provinsi hanya dapat diatur oleh pemerintah provinsi.
b) amanat PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, menegaskan bahwa pemanfaatan ruang jalan, termasuk trotoar, harus melalui izin dari penyelenggara jalan. Tanpa izin dari Gubernur, pemanfaatan tersebut dianggap ilegal.
c) amanat UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa trotoar diperuntukkan bagi pejalan kaki. Penggunaan trotoar untuk berjualan dapat mengganggu keselamatan dan kenyamanan serta dikenai sanksi pidana.
d) amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menjelaskan bahwa jalan provinsi merupakan urusan pemerintahan provinsi. Pemerintah kabupaten/kota tidak berwenang mengambil kebijakan tanpa pelimpahan atau kerja sama resmi.
e) amanat UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tindakan sepihak dalam pemanfaatan trotoar dinilai melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), khususnya asas kewenangan yang sah, kepastian hukum, dan tertib penyelenggaraan pemerintahan.
PW APHTN-HAN Gorontalo mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mengedepankan prinsip hukum dan tata kelola pemerintahan yang baik dalam menyikapi wacana pemanfaatan trotoar sebagai ruang ekonomi. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga tertib administrasi, keselamatan publik, dan kepastian hukum di daerah.
