Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai
anggapan yang menyatakan bahwa upaya pemerintah yang akan mengusulkan
pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan bentuk
larangan terhadap dakwah Islam, adalah tidak benar.
"Ini salah besar. Pemerintah tidak melarang dakwah Islam. Pemerintah
tidak melawan agama Islam tapi melarang gerakan politik HTI," kata Rais
Syuriah PBNU Kiai Ahmad Ishomuddin, dalam diskusi bertajuk Khilafah
Dalam Pandangan Islam, di Gedung PBNU di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, salah satu kesalahan yang dilakukan HTI adalah mereka
sering mengatasnamakan Islam untuk menarik simpati seluruh umat Islam
demi memuluskan tujuan mereka menegakkan Khilafah Islamiyah.
"Mereka ingin membuat sistem negara dipimpin oleh khilafah dari
Sabang sampai Maroko. Bukan Merauke ya, tapi Maroko," katanya.
Menurut dia, Hizbut Tahrir sendiri merupakan organisasi lintas
negara di bidang politik yang awalnya berdiri di Palestina. Organisasi
ini berdiri atas kekecewaan terhadap Israel yang terus menjajah
Palestina.
Menurut gerakan Islam ini, yang dapat memulihkan Palestina adalah dengan kembali ke khilafah dan syariat Islam.
"Hizbut Tahrir kemudian berkembang hingga 43 negara," katanya.
Kendati demikian, pihaknya mencatat ada sekitar 23 negara yang
melarang Hizbut Tahrir beraktivitas dan sebagian besar di antaranya
merupakan negara-negara Arab. Terbaru, pemerintah Indonesia mengeluarkan
keputusan untuk mengusulkan pembubaran organisasi yang menolak sistem
demokrasi tersebut melalui pengadilan.
Sementara Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil
Siradj menegaskan pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam membubarkan
organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena memiliki pandangan yang
bertentangan dengan Pancasila.
"Kami bersama 12 organisasi keagamaan lainnya pendapatnya sama,
menolak kehadiran HTI di Indonesia. Organisasi yang merongrong
Pancasila, tidak menghormati kebhinnekaan, tidak menghormati UUD 1945,
harus dibubarkan," kata Said Aqil.
Menurut Said, semua pihak patut menjunjung tinggi bentuk negara
Indonesia yang berupa negara kesatuan dengan Pancasila sebagai ideologi
negara dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
Ia menjelaskan bahwa sesungguhnya agama Islam tidak mengatur secara
khusus mengenai masalah perpolitikan dan sistem pemerintahan. Sistem
pemerintahan, menurut dia, diputuskan dengan cara ijtihad yaitu upaya
untuk memutuskan perkara yang tidak dibahas dalam Alquran dan Hadits
dengan menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
"Sistem perpolitikan menurut ahlussunnah waljamaah itu melalui
ijtihadiyah. Tidak harus bersistem kerajaan, khilafah atau republik.
Yang penting harus berkeadilan, hukum ditegakkan, sejahtera. Itu saja,"
katanya.
Meski diakuinya HTI tidak melakukan kekerasan dalam menyebarkan
dakwahnya, Said mengatakan HTI tetap perlu diwaspadai karena memiliki
agenda mengubah sistem pemerintahan RI menjadi khilafah.
"Jadi sangat bahaya kalau dibiarkan menjadi besar. Bisa berpotensi perpecahan, konflik, bahkan perang saudara," katanya.
Said mengatakan pihaknya meminta hanya organisasi HTI saja yang
perlu dibubarkan. Sementara para anggotanya akan diimbau untuk kembali
kepada ajaran Islam dengan pemahaman yang benar.
Pada Senin (8/5), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan Wiranto mengatakan pemerintah akan membubarkan Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI).
PBNU: pembubaran HTI bukan pembatasan dakwah Islam
Sabtu, 13 Mei 2017 8:55 WIB