Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi)
menginginkan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebaiknya dihentikan karena dianggap berpotensi mengganggu
iklim investasi dan dunia usaha di Tanah Air.
"Ada beberapa poin dari usulan pemerintah yang perlu dicermati di
revisi UU KUP, yang bila tidak dipertimbangkan dengan matang akan sangat
mengganggu bagi dunia usaha," kata Ketua Bidang Keuangan Hipmi Irfan
Anwar di Jakarta, Sabtu.
Menurut Irfan, sejumlah materi revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan
bakal menjadi semacam disinsentif bagi dunia usaha, seperti pada pasal
109 di mana hampir semua kesalahan dapat dikenai sanksi pidana seperti
tidak punya NPWP/PKP atau melaporkan SPT dengan tidak benar/lengkap.
Dia berpendapat bahwa kesalahan yang bersifat ringan atau kealpaan
atau tergolong dalam tindak pidana ringan, sebaiknya tidak dipidana
penjara, namun dapat dengan sanksi administratif saja.
Namun di sisi lain, lanjutnya, bila dalam pelaporan tersebut
kesalahan datangnya dari pihak staf perpajakan, tidak ada sanksi yang
dikenakan.
Usulan krusial lainnya, ungkap dia, pada pasal 95 ada usulan
dilakukan "spinoff" Dirjen Pajak menjadi lembaga di bawah Presiden
secara langsung.
"Perumusan kebijakan perpajakan, penyelenggaraan administrasi
perpajakan, serta penghimpunan pajak, untuk saat ini sebaiknya tetap
oleh menteri di bidang keuangan sebagaimana yang berjalan sekarang,"
katanya.
Irfan menyebutkan bahwa hal itu penting untuk memastikan kontrol
menjaga batas defisit dan tidak menimbulkan lembaga "superbody" baru
yang mengkhawatirkan dunia usaha.
Ia juga menyatakan, ada sekitar 13 pasal usulan Kementerian Keuangan
yang sangat krusial bagi dunia usaha. Namun secara umum hanya ada dua
semangat yang terdapat dalam 13 pasal revisi tersebut.
Pertama, lanjutnya, ada semangat yang kuat negara untuk mempidanakan
wajib pajak dan kedua penguatan dirjen pajak, sehingga lembaga
perpajakan dapat membuat aturan, juklak-juklak secara sepihak, sehingga
mempersulit dunia usaha.
Dia mencemaskan semangat itu akan kontraproduktif dengan semangat
pemerintahan Jokowi-JK dalam mendorong investasi dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
"Yang kita inginkan bagaimana pajak dapat menjadi insentif sehingga
dana-dana itu masuk ke sistem perekonomian kita," ucap Irfan Anwar.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta agar modernisasi teknologi
sistem perpajakan dapat menyederhanakan sistem data perpajakan.
"Saya minta kita fokus membicarakan modernisasi teknologi
perpajakan, agar kita tidak terjebak hanya membicarakan isu teknologi
semata tapi juga bisa membangun sebuah sistem data perpajakan yang lebih
handal, yang lebih terintegrasi dan sederhana, yang terlampau rumit
atau bahkan berbelit-belit," kata Presiden saat membuka rapat terbatas
di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (20/6).
Selain sederhana, sistem teknologi perpajakan itu juga dinilai
memberikan kemudahan akses bagi wajib pajak dan bisa dijamin
keamanannya.
Hipmi: revisi UU Pajak berpotensi ganggu investasi
Sabtu, 1 Juli 2017 20:06 WIB