Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin
Nasution menjelaskan pembiayaan melalui utang tidak mengkhawatirkan
asalkan dikelola dengan tepat dan diprioritaskan untuk pembangunan
infrastruktur.
"Sepanjang apa yang dilakukan pemerintah dengan melakukan ekspansi
anggaran untuk membangun infrastruktur dan rasio utang tidak melonjak
terlalu besar, semestinya kita masih sustainable," kata Darmin saat melakukan rapat kerja dengan Komisi XI di Jakarta, Senin.
Darmin mengatakan saat ini rasio utang pemerintah terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) masih dalam batas aman dibandingkan negara-negara
berkembang lainnya yaitu dibawah kisaran 30 persen.
Pemerintah, kata dia, apabila ingin menempuh cara yang lebih aman
dalam mengelola APBN, bisa saja tidak lagi menambah utang. Namun, hal
itu diperkirakan malah menghambat pembangunan karena pengadaan sarana
infrastruktur justru terhambat.
"Kalau mau aman, pilihannya itu, tidak banyak membangun
infrastruktur. Itulah yang paling tertinggal di kita. Infrastruktur itu
kalau tidak dibangun, kita tidak akan pernah bisa mendekati mereka,
karena terlalu jauh sudah kita tertinggal dalam infrastruktur," ujar
Darmin.
Meski demikian, Darmin mengatakan pemerintah mulai mengurangi
ketergantungan kepada utang untuk kebutuhan pembiayaan pembangunan
dengan mulai mengundang keterlibatan swasta dalam proyek infrastruktur
strategis.
"Jangan terlalu dianggap ini terus-menerus seperti ini. Kita bisa
mempengaruhi makin banyak keterlibatan dana swasta dalam pembangunan
infrastruktur, walaupun tidak otomatis bisa dengan cepat," kata mantan
Gubernur Bank Indonesia ini.
Salah satunya melalui skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran
(PINA) yang saat ini dicanangkan oleh Bappenas sebagai alternatif
pembiayaan infrastruktur. Proyek yang telah didukung oleh skema PINA ini
diantaranya pembangunan Jalan Tol Trans Jawa.
Sebelumnya, dalam rapat kerja tersebut, sejumlah anggota Komisi XI
DPR mempertanyakan tingginya target defisit anggaran dalam postur
RAPBNP 2017 sebesar 2,92 persen terhadap PDB atau sekitar Rp397,2
triliun.
(baca juga: Anggota DPR pertanyakan defisit RAPBNP 2017 2,92 persen)
Dengan target defisit fiskal tersebut, maka pemerintah
diproyeksikan menambah utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara
(neto) hingga sebesar Rp467,3 triliun.
Target ini meningkat dari perkiraan defisit anggaran dalam APBN
2017 yaitu sebesar 2,41 persen terhadap PDB atau Rp330,2 triliun, dengan
proyeksi penerbitan Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp384,7
triliun.
Namun, pemerintah memproyeksikan defisit anggaran pada akhir 2017
bisa berada pada kisaran 2,67 persen terhadap PDB atau sekitar Rp362,9
triliun, karena adanya penghematan alamiah pada belanja Kementerian
Lembaga, Dana Alokasi Khusus serta Dana Desa.
Darmin: pembiayaan utang untuk prioritas pembangunan infrastruktur
Senin, 10 Juli 2017 23:31 WIB