Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut
Tauhid Saadi mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan jangan
terbit karena menyasar satu ormas saja.
"MUI mengharapkan Perppu tersebut tidak hanya menyasar salah satu
ormas saja, tetapi semua ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan
membahayakan eksistensi NKRI," kata Zainut di Jakarta, Rabu.
Dalam menerapkan Perppu, kata dia, pemerintah juga harus tetap
menghormati proses hukum, nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia
karena Indonesia adalah negara hukum dan negara demokrasi.
Menangani ormas bermasalah, kata dia, tidak cukup dengan membubarkan
ormas melalui pendekatan hukum dan keamanan saja. Tetapi yang lebih
penting adalah pengawasan, pendampingan dan pembinaan ormas tersebut
agar tidak menyimpang dan bertentangan dengan Pancasila.
Lebih dari itu, lanjut dia, sikap konsistensi pemerintah dalam upaya
penegakkan hukum juga sangat penting. Jangan terkesan hanya bersifat
sporadis dan kagetan.
Dia mengatakan MUI meminta kepada DPR RI untuk segera membahas dan
memberikan pendapat terhadap Perppu tersebut apakah menerima atau
menolaknya. Jika menolak maka Perppu tersebut akan batal demi hukum
tetapi jika menerima maka undang-undang pengganti tersebut akan menjadi
undang-undang.
MUI, kata Zainut, dapat memahami urgensi diterbitkannya Perppu
2/2017 dalam rangka menertibkan organisasi kemasyarakan. Karena UU yang
mengatur tentang hal tersebut yaitu UU No 17 Tahun 2013 dianggap tidak
memadai.
Sementara mekanisne perubahan UU melalui DPR, lanjut dia,
membutuhkan waktu yang cukup lama. Sedangkan pemerintah dituntut untuk
segera mengambil langkah-langkah hukum mengatasi ormas yang membahayakan
ekistensi negara.
Dengan diterbitkannya Perppu Tentang UU Keormasan, dia mengatakan
MUI mengimbau pemerintah dapat menggunakan Perppu tersebut untuk
kepentingan yang mendesak dan bersifat penting. Karena salah satu alasan
diterbitkannya Perppu itu adalah karena adanya keadaan kegentingan yang
memaksa.
"MUI memahami bahwa presiden memiliki hak subyektif untuk menentukan
pengertian kegentingan yang memaksa tersebut," kata dia.
MUI: Perppu jangan hanya sasar satu ormas
Rabu, 12 Juli 2017 22:46 WIB