Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan menyatakan mantan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
masih diperbolehkan untuk berdakwah, dengan catatan tidak mengangkat
ajaran Khilafah dalam kegiatan tersebut.
"Kalau berdakwah tidak apa-apa, tapi harus kita lihat lagi isi
dakwahnya tentang apa. Tidak boleh tentang ideologi Khilafah yang mereka
usung," ujar Tenaga Ahli Menko Polhukam Sri Yunanto dalam diskusi
"Tindak Lanjut Penerbitan Perppu Ormas" yang berlangsung di Jakarta,
Jumat.
Kendati demikian, dalam melaksanakan pengajian maupun dakwah
tersebut, para mantan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak
diperkenankan membawa atribut organisasi mereka.
"Kalau (atribut) itu sudah tidak boleh. Lalu, pertemuan dengan
mengatasnamakan ormas juga tidak boleh. Ini yang akan terus diawasi,"
kata Sri Yunanto.
Terkait dengan pengawasan, Direktur Organisasi Kemasyarakatan
Kemendagri La Ode Ahmad meminta masyarakat untuk turut berpartisipasi
memberikan laporan kepada kepolisian, jika menemukan pelanggaran
kegiatan mantan aktivis HTI yang dilakukan di lingkungan mereka.
"Mereka jumlahnya banyak, pemerintah tidak bisa menjangkau semua.
Kami harapkan masyarakat kasih laporan kalau masih ada yang tidak
mengikuti aturan. Masyarakat tentu lebih tahu dengan kondisi lapangan,"
tuturnya.
Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang- Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017, perubahan atas UU
No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 ini dinilai tidak lagi memadai
dalam mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan
UUD 1945, karena tidak adanya asas hukum "contrario actus", yang mana
kementerian pemberi izin ormas (Kemenkumham), kemudian juga memiliki
kewenangan untuk mencabut atau membatalkannya.
Selain itu, dalam UU Ormas pengertian ajaran dan tindakan
bertentangan Pancasila dirumuskan secara sempit dan terbatas pada
atheisme, komunisme, marxisme dan Leninisme. Padahal sejarah di
Indonesia membuktikan ajaran-ajaran lain juga bisa menggantikan atau
bertentangan dengan Pancasila.
Penerbitan Perppu Ormas itu kemudian diikuti dengan pencabutan
status badan hukum organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia
(HTI) oleh Kementerian Hukum dan HAM, pada Rabu (19/7).
Pemerintah menilai HTI yang ingin mengusung pemerintahan berdasarkan
Khilafah telah mengancam keutuhan NKRI, sehingga dibubarkan.
Kemenko Polhukam: mantan HTI masih boleh berdakwah
Jumat, 21 Juli 2017 23:01 WIB