Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengkonfirmasi
pertemuan berkaitan dengan proses perencanaan dan penganggaran terhadap
mantan Staf Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kementerian Dalam Negeri Yosef Sumartono.
KPK pada Selasa, memeriksa Yosef Sumartono sebagai saksi untuk
tersangka Setya Novanto (SN) dalam penyidikan tindak pidana korupsi
pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk
Kependudukan secara nasional (KTP-E).
"Secara umum saksi ditanya berkaitan dengan rentetan peristiwa.
Peristiwa itu bisa pertemuan-pertemuan, bisa saja pertemuan yang formal
atau informal berkaitan dengan proses penganggaran dan perencanaan
KTP-E," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, di
gedung KPK, Jakarta.
Ia juga menyatakan bahwa penyidik ingin menggali dan mencari tahu
apa yang diketahui oleh saksi Yosef Sumartono terutama berkaitan dengan
proses penganggaran dan juga perencanaan untuk KTP-E tersebut.
"Jadi yang ditanyakan adalah apa yang diketahuinya berkaitan dengan
peristiwa-peristiwa dalam proses penganggaran dan perencanaan
tersebut," ujar Priharsa.
Yosef Sumartono seusai menjalani pemeriksaan mengaku bahwa dirinya tidak mengenal Setya Novanto.
"Saya tidak kenal dengan Pak Setnov," kata Yosef.
Diketahui, dalam persidangan kasus KTP-E dengan saksi Yosef
Sumartono, Vidi Gunawan adik dari Andi Agustinus alias Andi Narogong
pernah ditugaskan untuk mengantarkan uang di berbagai tempat.
"Terkait bagi-bagi uang, anda cerita banyak ada di Mall Cibubur
Junction sebesar 1 juta 500 ribu dolar AS, di Holland Bakery Kampung
Melayu 400 ribu dolar AS, ada di Pom Bensin Bhayangkara sebesar 400 ribu
dolar AS, ada di Pom Bensin Auri 200 ribu dolar AS, apa benar," tanya
salah satu anggota majelis hakim dalam lanjutan sidang kasus KTP-E di
Pengadilan Tipikor, Jakarta beberapa waktu lalu.
"Saya sudah bicara ke penyidik yang di Mall Cibubur Junction itu
sebesar 500 ribu dolar AS sudah dikoreksi dalam BAP. Di Holland Bakery
Kampung Melayu 400 ribu dolar AS, ketiga di Pom Bensin Bhayangkara 200
ribu dolar AS, di Pom Bensin Auri Pancoran 400 ribu dolar AS," kata
Yosef.
"Uang yang di Cibubur anda terima dari mana dan kemudian anda kemanakan," tanya hakim lagi.
"Yang di Mall Cibubur Junction awalnya saya ditelepon oleh saudara
Vidi Gunawan (adik Andi Narogong) dan diterima, di Kampung Melayu juga
dari Vidi semua dari Vidi. Semua uang dolar AS," jawab Yosef.
Yosef menjelaskan bahwa dirinya diperkenalkan dengan Vidi oleh terdakwa kasus pengadaan proyek KTP-E Sugiharto.
"Saya ditelepon pak Sugiharto dikenalkan dengan saudara Vidi
bilangnya, Mas minta tolong nanti ambil titipan di Mall Cibubur Junction
baru nanti Vidi menghubungi saya, begitu. Saya lupa hari dan
tanggalnya. Sekitar jam 11 siang, perintahnya di kantor kemudian saya
naik ojek ke Cibubur dari kantor pak Sugiharto di Kalibata, uangnya
dalam koper," katanya pula.
Setelah itu, kata Yosef, uang tersebut kemudian diserahkan ke kantor Sugiharto di Kalibata.
"Waktu itu Vidi cuma bilang ini 500 ribu dolar AS, tetapi saya
tidak tahu apa rupiah apa dolar karena dalam tas koper. Saya serahkan ke
pak Sugiharto di kantor di Kalibata, ia bilang iya mas terima kasih
terus saya dikasih uang kalau tidak salah Rp300 ribu apa Rp500 ribu
untuk pribadi transport saya," kata Yosef lagi.
Terkait hal tersebut, Yosef mengaku dirinya hanya disuruh oleh
Sugiharto dan tidak tahu-menahu soal pembagian uang tersebut.
"Bukan saya yang bagi, yang bagi itu pak Sugiharto. Saya hanya disuruh saja," kata Yosef pula.
Ia pun mengaku tidak mengenal Andi Agustinus alias Andi Narogong, kakak dari Vidi Gunawan.
"Enggak pernah, jadi cuma ketemu pak Vidi saja. Yang kenalin pak Vidi itu pak Giharto," ujar Yosef.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai
tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan
KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun
2011-2012 pada Kemendagri.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang
lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto)
anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan
kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket
pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-E pada
Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, di gedung KPK Jakarta, Senin
(17/7).
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau
korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda
paling banyak Rp1 miliar.
KPK juga telah menetapkan Andi Narogong sebagai tersangka terkait proyek pengadaan KTP-E.
Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat
(1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling
banyak Rp1 miliar.
Sebelumnya, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada
Kamis (20/7) juga telah menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada
mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian
Dalam Negeri Irman, dan lima tahun penjara kepada mantan Direktur
Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri
Sugiharto dalam perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.
KPK konfirmasi Yosef Sumartono pertemuan penganggaran KTP-E
Rabu, 26 Juli 2017 8:19 WIB