Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Amar putusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan
sebagian permohonan aktivis Sri Bintang Pamungkas terkait dengan
permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
"Mengabulkan permohonan Pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 40
ayat (1) UU Perbendaharaan Negara untuk sebagian," ujar Ketua Majelis
Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan Mahkamah
di Gedung MK Jakarta, Kamis.
Dalam amar putusan tersebut Mahkamah juga menyatakan Pasal 40 ayat
(2) UU Perbendaharaan Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak
dimaknai berlaku terhadap jaminan pensiun dan jaminan hari tua.
Dalam pendapat Mahkamah, jaminan pensiun dan jaminan hari tua telah
dinyatakan bukan sebagai utang negara, tetapi merupakan kewajiban
negara sehingga tidak tunduk pada ketentuan kadaluwarsa.
Sementara itu, untuk permohonan Sri Bintang terkait dengan Pasal 40
ayat (3) UU Perbendaharaan Negara dinilai oleh Mahkamah tidak beralasan
menurut hukum, karena Mahkamah berpendapat tidak terdapat persoalan
konstitusionalitas dalam rumusan norma a quo.
"Sebaliknya keberadaan norma a quo justru sangat diperlukan guna
memberi kepastian hukum terhadap pembayaran kewajiban bungan dan pokok
pinjaman negara atau daerah," kata Hakim Konsitusi membacakan
pertimbangan Mahkamah.
Sedangkan untuk permohonan Pasal 40 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara dinilai Mahkamah telah kehilangan objek.
Sebelumnya, aktivis Sri Bintang Pamungkas mempersoalkan Pasal 40 UU
Perbendaharaan Negara terkait adanya batasan kadaluwarsa terhadap hak
tagih pembayaran pensiun bagi pegawai negeri.
Pasal 40 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara menyebutkan, Hak tagih
mengenai utang atas beban negara/daerah kadaluwarsa setelah 5 (lima)
tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh
undang-undang.
Selama 37 tahun, Pemohon mengajar di Fakultas
Teknik Universitas Indonesia dan terhitung mulai bulan Juli 2010
menjadi pensiunan pegawai negeri sipil (PNS).
Saat pensiun, Sri Bintang belum memiliki Surat Keterangan Penghentian Pemberian Gaji (SKPP).
Pada 6 Oktober 2016 Pemohon menyerahkan SKPP ke PT. Taspen dan
diperoleh perhitungan ada kekurangan 16 bulan dari 76 bulan pensiun yang
seharusnya diterima.
Menurut ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara, masa
berlaku maksimum pembayaran pensiun yang bisa dibayar kepada Bintang
adalah 60 bulan.
Hal ini mengakibatkan Sri Bintang menderita kerugian materiil yang
nilainya sebesar 16 bulan pensiun yang seharusnya dapat diterima
Pemohon.
Menurut Bintang, frasa jatuh tempo adalah istilah yang biasa
dipakai manakala batas waktu yang diwajibkan perjanjian, misalnya
perjanjian pembayaran utang atau piutang dinyatakan sudah habis,
sedangkan tidak ada perjanjian apapun yang dibuat antara PNS dengan
pemerintah, maka seharusnya frasa jatuh tempo dalam Pasal 40 UU
Perbendaharaan Negara bertentangan dengan UUD 1945.
MK kabulkan sebagian permohonan Sri Bintang Pamungkas
Kamis, 28 September 2017 16:51 WIB