Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Miko Ginting menilai perpanjangan
masa kerja Pansus Hak Angket KPK tidak bisa dilepaskan dari dinamika
sidang praperadilan Setya Novanto di PN Jakarta Selatan.
"Hal yang paling nyata adalah saat kuasa hukum Setya Novanto
memberikan bukti yang diperoleh dari Pansuk Hak Angket pada persidangan
26 September 2017 lalu," kata Miko saat konferensi pers di gedung KPK,
Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, Miko menyatakan jika memang nantinya Hakim Tunggal
mengabulkan permohonan praperadilan Setya Novanto, maka hal tersebut
bisa memberikan legitimasi pada Pansus Hak Angket KPK.
"Bisa jadi kemudian ketika praperadilan Setya Novanto dikabulkan
maka ini memberikan legitimasi dan kemudian dikonfirmasi pada Pansus Hak
Angket bahwa KPK memang benar tidak patut dalam menetapkan seseorang
sebagai tersangka," kata Miko yang juga peneliti Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan (PSHK) itu.
Terkait hal tersebut, menurut dia, pihaknya memberikan dukungan
kepada KPK bahwa perpanjangan masa kerja Pansus Hak Angket tidak sah
secara hukum.
"KPK juga harus siapkan strategi-strategi khusus untuk menghadapi
persidangan putusan praperadilan Setya Novanto pada Jumat," ucap Miko.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakum Tunggal Cepi
Iskandar dijadwakan menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto
dengan pembacaan putusan pada Jumat (29/9).
Ketua KPK Agus Rahardjo mengharapkan Hakim Tunggal pada
praperadilan Setya Novanto bisa berpikir jernih jelang putusan tersebut.
"Mudah-mudahan hakim bisa berpikir jernih dan sebetulnya kami punya
barang bukti yang sangat banyak kalau diizinkan sebenarnya kami juga
mau membuka rekaman," kata Agus saat konferensi pers itu.
Agus mengatakan bahwa putusan praperadilan nantinya diharapkan
memberikan harapan yang sangat besar dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Kalau keputusannya berdasarkan nurani bisa mempercepat perjalanan
kami dalam pemberantasan korupsi. Saya berharap hakim yang memimpin
sidang praperadilan itu hati nuraninya diterangi Tuhan. Mudah-mudahan
keputusan terbaik bagi bangsa ini yang kemudian dikedepankan," tuturnya.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka
kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP
berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun
2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya
sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3
triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket
pengadaan KTP-e pada Kemendagri.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU
No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Peneliti: perpanjangan masa kerja Pansus terkait praperadilan Novanto
Kamis, 28 September 2017 17:09 WIB