Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Era digital memperbesar peluang terjadinya tindak
perundungan, terlebih di dunia siber. Dibandingkan dengan perundungan
konvensional, perundungan siber lebih sulit dilacak karena aktivitasnya
terjadi di dunia maya.
Menurut psikolog Iqbal Maesa Febriawan
dari Into The Light, komunitas yang berfokus pada upaya pencegahan bunuh
diri dan kesehatan psikologis anak muda, perundungan siber tidak hanya
terjadi dalam bentuk verbal, tetapi juga dalam bentuk siber.
"Verbal
bentuknya bisa seperti komentar jahat atau tweet jelek, secara visual
mungkin pernah menemukan korban perundungan siber yang foto atau
videonya diedit sedemikian rupa yang mencoreng nama baiknya," ujar Iqbal
dalam diskusi mengenai perundungan siber di Pusat Kebudayaan Amerika
Serikat, @america, Jakarta, Selasa.
Terkait dengan perilaku
perundungan konvensional, Iqbal menjelaskan bahwa perundungan siber
tidak menyebabkan perundungan konvensional.
"Kalau bicara tentang
keterikatan antara perundungan siber dan perundungan tradisional, 32
persen dari korban perundungan siber juga merupakan korban perundungan
tradisional," ujar Iqbal.
"Angka tersebut tidak sedikit, lebih
dari seperempat korban perundungan siber juga mendapatkan perundungan di
kehidupan sehari-hari," sambung dia.
Perundungan siber juga
tidak hanya berhenti pada satu media saja. Tidak hanya media sosial, di
mana biasa ditemukan bentuk perundungan siber, perundungan siber juga
bisa terjadi di pesan instan, bahkan game online.
"Bagi Anda yang
bermain sosial media terutama, bisa menemukan bentuk perundungan siber.
Namun, ketika korbannya lepas dari sosial media, pelaku perundungan
siber juga bisa lari ke aplikasi chat," kata Iqbal.
"Di luar itu,
perundungan siber juga ditemukan di game online. Perundungan siber bisa
muncul dalam bentuk game online, terutama dalam chat-chat yang muncul
dalam game online itu sendiri," lanjut dia.
Lebih lanjut, menurut
Iqbal, orang tua dan sekolah lebih tidak siap untuk merespons kejadian
perundungan siber dibandingkan perundungan konvensional. Karena pelaku
perundungan siber sulit terlacak, sekolah atau pun orang tua tidak bisa
merespons lebih baik dibandingkan dengan perundungan konvensional.
"Terkait
dengan hal itu, perundungan siber bahkan bisa terjadi di rumah.
Bayangkan, tidak ada ruangan bagi korban perundungan siber karena dia
akan disasar setiap waktu, di mana pun dia bisa disasar," ujar Iqbal.
Apa itu perundungan siber?
Selasa, 3 Oktober 2017 21:37 WIB