Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Nurhadi Putra, saksi dalam persidangan perkara
KTP-elektronik (KTP-e) untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias
Andi Narogong mengaku menerima amplop dan parsel dari Dedi Prijono,
kakak dari Andi Narogong.
Nurhadi merupakan mantan pejabat pembuat komitmen Kegiatan
Pembinaan/Pembuatan/Pengembangan Sistem, Data, Statistik dan Informasi
dan Kegiatan Pembiayaan Lain-lain Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI
2009.
"Anda terima parsel dan amplop?," tanya Ketua Majales Hakim Jhon
Halasan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat.
"Betul yang mulia. Tahun 2009 dan 2010," kata Nurhadi.
Hakim Jhon pun mengkonfirmasi kepada Nurhadi pada 2009 dan 2010
sudah ada larangan dari KPK bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS)
untuk menerima parsel.
"Mohon maaf, saya salah yang mulia karena bagi saya itu kebaikan
hati jadi saya terima. Dua kali terima amplop dari Pak Dedi," kata
Nurhadi.
Nurhadi pun menyatakan bahwa dirinya menerima amplop dari Dedi itu pada akhir 2009 dan akhir 2010.
"Isinya berapa," tanya Hakim Jhon.
"Saya tidak tahu persis, sekitar Rp20 juta dua kali dari Dedi. Dua-duanya sudah saya kembalikan ke KPK," jawab Nurhadi.
"Dedi kok sudah kaya Sinterklaas bagi-bagikan duit. Urusannya apa," tanya Hakim Jhon kembali.
"Pada waktu itu saya kira kebaikan hati dari Pak Dedi karena pada
waktu pengadaan mobil itu sudah akhir-akhir. Saya akui bersalah saya
berikan keterangan yang sebenarnya kepada penyidik. Saya salah, saya
akui bersalah," kata Nurhadi.
Nurhadi menjelaskan bahwa pada 2008, 2009, dan 2010 di BPN terdapat
pekerjaan pengadaan mobil layanan yang melibatkan Dedi Prijono.
"Tahun 2008 kami ada pekerjaan di BPN, pekerjaan pengadaan mobil
layanan dan kebetulan Pak Dedi yang melakukan pengerjaannya. Jumlah
persisnya saya lupa 20 sampai 30 mobil. Tahun 2009 juga ada pekerjaan
pengadaan mobil layanan. 2008, 2009, dan 2010 PT-nya beda-beda tetapi
orangnya sama," tuturnya.
Andi Narogong didakwa mendapatkan keuntungan 1,499 juta dolar AS dan
Rp1 miliar dalam proyek pengadaan KTP-Elektronik (KTP-E) yang
seluruhnya merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.
Saksi terima amplop dari kakak Andi Narogong
Jumat, 20 Oktober 2017 15:08 WIB