Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Advokat Rudy Alfonso memenuhi panggilan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi
dalam perkara dugaan merintangi proses penyidikan dan persidangan serta
memberikan keterangan tidak benar dalam sidang kasus KTP-e untuk
tersangka anggota DPR Markus Nari.
"Rudy Alfonso diperiksa sebagai penjadwalan ulang dari agenda
pemeriksaan 27 Oktober 2017," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di
Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, mantan Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
Partai Golkar Yorrys Raweyai yang diperiksa dalam kasus yang sama
mengakui bahwa Rudy yang menjabat sebagai Ketua Bidang Hukum dan Ketua
Mahkamah Partai Golkar dekat dengan Ketua Umum Golkar Setya Novanto.
"Saya katakan dia (Rudy) memang Ketua Bidang Hukum dan Mahkamah
Partai dan ada pengaturan pengacara sendiri yang sejak lama selalu
menangani masalah-masalah advokasi partai Golkar dan sebagai teman yang
cukup baik dengan ketua saya hampir semua kasus-kasus Ketum dan
kader-kader di daerah ditangani oleh bidang hukum. Hubungan persahabatan
dan pekerjaan antara Rudy dan Ketum juga bukan baru, artinya sudah
lama," kata Yorrys pada pemeriksaan Selasa (31/10).
Pada persidangan 22 Agustus 2017, pengacara Elza Syarif membenarkan
keterangan soal percakapan Farhat Abbas dengan seorang bernama Zul yang
disebut sebagai seorang petinggi Golkar di bidang hukum.
Dalam
pebicaraan Zul dan Farhat Abbas, Elza mendengar bahwa Zul tidak setuju
dengan cara-cara Rudy Alfonso terkait perkara KTP-e karena Rudy
merancang agar saksi-saksi mencabut keterangan dalam pesidangan.
"Saya dengar percakapan itu di mobil dialog mereka karena mereka menggunakan hands free,
terus saya bilang sama Farhat mungkin dia (Zul) iri sama Rudy karena
Rudy tiba-tiba menjadi Ketua Mahkamah Partai (Golkar) menggantikan Pak
Muladi, padahal dia (Rudy) baru pernah terkena kasus di Batam, saya
dengerkan cerita saja," kata Elza dalam kesaksiannya pada 22 Agustus
2017.
Markus Nari dijerat menggunakan pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada penggeledahan 10 Mei 2017 KPK menemukan barang bukti elektronik
dan BAP Markus saat masih menjadi saksi dalam penyidikan KTP-e. Markus
pun sudah dicegah untuk bepergian selama enam bulan sejak 30 Mei 2017.
Markus Nari adalah salah satu anggota DPR yang disebut dalam dakwaan
mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian
Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi
Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dalam kasus
dugaan korupsi dalam pengadaan KTP-e tahun 2010-2012.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa guna memperlancar pembahasan
APBN-P tahun 2012 tersebut, sekitar pertengahan Maret 2012 Irman
dimintai uang Rp5 miliar oleh Markus Nari selaku anggota Komisi II DPR.
Untuk
memenuhi permintaan tersebut, Irman memerintahkan Sugiharto untuk
meminta uang tersebut kepada Direktur Utama PT Quadra Solution Anang S
Sudiharjo yang merupakan anggota konsorsium PNRI.
Atas permintaan itu, Anang hanya hanya memenuhi sejumlah Rp4 miliar
yang diserahkan kepada Sugiharto di ruang kerjanya. Selanjutnya
Sugiharto menyerahkan uang tersebut kepada Markus Nari di restoran Bebek
Senayan, Jakarta Selatan.
Namun dalam sidang 6 April 2017 lalu, Markus membantah hal tersebut.
KPK periksa pengacara Golkar dalam kasus KTP-e
Rabu, 1 November 2017 17:06 WIB