Timika (ANTARA GORONTALO) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Yohana Yembise mengajak kalangan gereja di Timika, Papua untuk
membantu pemerintah dalam menekan kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak di wilayah itu.
"Sesuai perintah UU Perlindungan Anak, semua pihak termasuk
lembaga-lembaga keagamaan, LSM, dunia usaha, akademisi termasuk media
membantu pemerintah melakukan sosialisasi, edukasi dan advokasi kepada
masyarakat agar mereka sadar bahwa sudah saatnya memutuskan mata rantai
kekerasan terutama kepada perempuan dan anak-anak yang merupakan aset
generasi bangsa ke depan," kata Yohana di Timika, Senin.
Menteri secara khusus datang ke Timika menghadiri sidang Majelis
Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia yang dipusatkan di GPI Jemaat
Tiberias, Jalan C Heatubun, Timika.
Menurut dia, peranan gereja dalam mengatasi dan menurunkan angka
kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua sangat dibutuhkan sebab
hingga kini Provinsi Papua dan Papua Barat tercatat sebagai daerah
dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tertinggi di
Indonesia, terutama kekerasan fisik.
Dua provinsi di Tanah Papua itu juga tercatat sebagai daerah dengan
tingkat kekerasan atau kejahatan seksual tertinggi terhadap anak di
bawah umur, dimana anak-anak perempuan yang masih kecil-kecil menjadi
korban.
Guna memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak,
belum lama ini pemerintah telah menerbitkan UU Nomor 17 Tahun 2016.
Melalui UU tersebut, katanya, pelaku kejahatan seksual terhadap
anak yang mengakibatkan anak itu meninggal, cacat atau tertular penyakit
berbahaya maka bisa dikenakan hukuman tembak mati, hukuman seumur hidup
dan suntikan kebiri.
Tidak itu saja, pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak akan diumumkan ke publik dan dipasangi chips pada tubuh pelaku.
Sesuai hasil kajian yang dilakukan Kementerian PPPA, faktor utama
yang memicu terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua
masih didominasi oleh adanya pemahaman budaya patriarki di kalangan
masyarakat setempat yang menganggap kaum laki-laki memiliki kekuasaan
tertinggi dalam rumah tangga.
Selain itu, budaya mengonsumsi minuman beralkohol dan mabuk-mabukan
juga menjadi salah satu pemicu utama terjadinya kasus-kasus kekerasan
terhadap perempuan dan akan di Papua.
Hingga kini jumlah perempuan yang dilaporkan mengalami kekerasan
dan mengalami kondisi traumatis sebagaimana data yang dilaporkan ke
pihak kepolisian dan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak di
seluruh Indonesia tercatat sebanyak 28 juta orang dari jumlah populasi
perempuan di Indonesia sebnyak 126 juta.
Dari jumlah itu, kasus terbanyak terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Adapun di Mimika, kasus kekerasan terhadap perempuan yang
dilaporkan sepanjang tahun 2017 ini sebanyak 33 kasus dan kasus
kekerasan terhadap anak (termasuk kejahatan seksual terhadap anak di
bawah umur) sebanyak 30 kasus.
"Bisa jadi masih banyak kasus serupa terjadi di dalam masyarakat
kita, namun belum sempat dilaporkan ke pihak berwajib karena mungkin
mereka takut melapor, malu dan lainnya. Ini yang menjadi perhatian kita
untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Tanah
Papua, terutama kekerasan fisik," kata Yohana.
Menteri Yohana ajak gereja tekan kasus kekerasan perempuan
Senin, 6 November 2017 9:06 WIB