Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) telah mengambil langkah nyata untuk merealisasikan
target-target pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) guna menurunkan
emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Selain itu juga dimanfaatkan untuk penyediaan energi, EBT juga
berpartisipasi aktif secara global dalam penurunan target emisi GRK.
Peran ganda pengembangan EBT ini diungkapkan Direktur Jenderal
Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM
Rida Mulyana melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di
Jakarta, Rabu.
"Pada tahun 2015, dalam acara COP 21 Paris, Presiden Republik
Indonesia Bapak Joko Widodo telah menyampaikan komitmen Indonesia
mendukung upaya mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim," kata
Rida ketika menghadiri konferensi di Jerman.
Ia mengatakan Presiden menyampaikan tiga pilar penting yang akan
diambil Pemerintah dalam upaya penurunan emisi GRK, yaitu pengalihan
subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke sektor produktif, penggunaan sumber
energi terbarukan hingga 23 persen pada tahun 2025, dan pengolahan
sampah menjadi sumber energi. Hal ini juga sejalan dengan pandangan
negara-negara peserta COP yang saat ini sedang melakukan perundingan
dalam COP23 di Bonn, Jerman.
Sebagai perwujudannya, Rida menjelaskan bahwa Kementerian ESDM telah
mengambil langkah nyata untuk merealisasikan target-target pengembangan
EBT, antara lain pengaturan harga jual listrik yang menarik dan
penyederhanaan proses perizinan dan non perizinan.
"Saat ini terdapat beberapa kemajuan dalam pengembangan energi
terbarukan, antara lain dengan ditandatanganinya 68 Perjanjian Jual Beli
Tenaga Listrik (Power Purchase Agreement/PPA) antara PT PLN dan
Independent Power Producer (IPP) dengan kapasitas 1.189,67 MW hingga
November 2017 yang berpotensi menurunkan emisi GRK sebesar 4,76 Juta Ton
CO2," jelasnya.
Rida, yang juga selaku Pimpinan Delegasi Kementerian ESDM,
menjelaskan bahwa potensi EBT Indonesia sangat besar yaitu sekitar 441,7
Giga Watt (GW), namun hingga saat ini perannya dalam penyediaan energi
nasional masih sangat terbatas yaitu 7,7 persen, atau terpasang sebesar
8,89 GW atau 2 persen dari total potensi.
Menurutnya, masih terdapat peluang dan tantangan yang besar guna
mencapai target bauran energi primer pada tahun 2025, kapasitas
terpasang energi terbarukan ditargetkan sebesar 45 GW. Lebih khusus
akses energi di Wilayah Timur Indonesia belum merata, sekitar 2.500 desa
yang dihuni lebih dari 265 ribu rumah tangga sama sekali belum
mendapatkan akses energi.
EBT diharapkan dapat menjadi bagian utama penyediaan energi yang
terjangkau serta merata sebagai elemen penting prinsip Energi
Berkeadilan. Hal ini merupakan wujud penjabaran Nawa Cita, khususnya
Nawa Cita butir ke 6 tentang peningkatan produktivitas dan daya saing
masyarakat, dan butir ke 7 tentang kemandirian ekonomi menjadi landasan
kuat pengembangan EBT.
Mengacu pada Kebijakan Energi Nasional, yang mengamanatkan
peningkatan rasio elektrifikasi 100 persen pada tahun 2020, pengembangan
EBT 23 persen pada tahun 2025 serta peningkatan efisiensi energi dengan
target 17 persen pada tahun 2025, diharapkan dapat menguatkan
perwujudan energi berkeadilan untuk semua sekaligus mengurangi emisi
GRK.
Pemerintah terus realisasikan target energi baru terbarukan
Rabu, 15 November 2017 17:10 WIB