Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Direktur Eksekutif Lembaga Analisa Konstitusi
Negara (LASINA) Jakarta Tohadi menyatakan Ketua DPR Setya Novanto yang
menjadi tersangka korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik
seharusnya mundur dari jabatannya.
"Dia sudah cacat dari sisi moral hukum," kata Tohadi dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Rabu.
Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Pamulang (UNPAM) itu
mengatakan menurut ketentuan Pasal 87 ayat (2) huruf c dan ayat (5) UU
No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana diubah
dengan UU No. 42 Tahun 2014 memang pimpinan DPR diberhentikan jika sudah
ada putusan inkrah dan diberhentikan sementara jika dinyatakan terdakwa
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun
atau lebih.
Namun, kata Tohadi, karena sebagai pejabat negara dituntut memiliki
standar moral hukum yang tinggi maka dari segi moral hukum sudah cukup
alasan untuk mendesak Setya Novanto berhenti sementara bahkan berhenti
atau mengundurkan diri.
Tohadi mengutip adagium hukum yang menyatakan bahwa tidak ada
artinya hukum jika tanpa moral (quid leges sine moribus), dan standar
moral hukum pejabat publik atau pejabat negara lebih tinggi dari warga
masyarakat biasa.
"Karena sebagai panutan dan agar penyelenggaraan pemerintahan dan
kenegaraan berjalan bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme,"
kata Tohadi.
Kemudian, kata Tohadi, dari peraturan perundang-undangan, di
samping ada asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence),
terhadap pejabat publik atau pejabat negara yang diduga melakukan tindak
pidana, apalagi dugaan korupsi, dianut juga asas praduga bersalah
(presumption of guilty).
"Karena ada tuntutan standar moral hukum yang tinggi dan berbeda
dengan warga masyarakat biasa maka terhadap pejabat publik atau pejabat
negara yang diduga korupsi harus didahulukan asas praduga bersalah. Ini
artinya harus mundur," kata mantan aktivis mahasiswa Fakultas Hukum UGM
itu.
Tohadi menyatakan standar moral hukum yang tinggi juga diterapkan
pada pimpinan KPK dengan asas praduga bersalah. Sesuai Pasal 32 ayat (2)
UU 30/2002 tentang KPK, misalnya, bahwa dalam hal pimpinan KPK menjadi
tersangka tindak pidana kejahatan diberhentikan sementara dari
jabatannya.
Dikatakannya, ketika lembaga DPR saat ini mendapat stigma negatif
dari masyarakat sebagai lembaga terkorup dan kinerja sangat minim maka
posisi Ketua DPR meniscayakan memiliki standar moral hukum yang sangat
tinggi.
"Standar moral hukum Ketua DPR RI paling tidak sama dengan standard
moral hukum pimpinan KPK," kata praktisi hukum yang pernah menjadi
pengacara Gus Dur
itu.
Pengamat: Novanto seharusnya mundur sebagai Ketua DPR
Rabu, 22 November 2017 22:00 WIB