Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Investasi yang dilakukan sektor swasta merupakan
solusi yang layak untuk terus digenjot dalam rangka mengatasi
terbatasnya ruang fiskal yang disebabkan keterbatasan anggaran yang
dimiliki oleh pemerintah.
"Tantangannya adalah bagaimana pemerintah dapat mengakumulasikan
berbagai indikator untuk memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat.
Seperti, mendorong investasi swasta yang sejak 2013 mengalami
penurunan," kata Ekonom DBS Group Research, Gundy Cahyadi, Senin.
Menurut dia, upaya pemerintah melalui pembangunan infrastruktur
tampaknya sudah menuai hasil, antara lain dari pertumbuhan investasi
yang mencapai 7,1 persen pada kuartal III-2017, tertinggi sejak kuartal
I-2013. Diperkirakan investasi berkontribusi sebesar 35 persen terhadap
pertumbuhan PDB 2017.
Ia mengingatkan bahwa aturan perundangan mengatur pembatasan defisit
anggaran maksimal 3 persen dari PDB, sedangkan defisit pada 2018
diprediksi akan mencapai 2,6 persen pada 2018, atau lebih tinggi dari
perkiraan pemerintah sebesar 2,2 persen.
Berdasarkan kajian DBS, kenaikan defisit terutama didorong oleh
potensi penurunan penerimaan pajak, ketimbang kenaikan anggaran belanja.
Kendati demikian, lanjutnya, tren kenaikan harga minyak mentah dunia
akan meningkatkan pemasukan negara dari sektor migas. Hal tersebut
karena setiap kenaikan harga minyak sebesar 10 persen akan memberikan
tambahan anggaran Rp6,7 triliun dalam APBN.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah kembali menawarkan 13 proyek
infrastruktur melalui skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah
(PINA) senilai Rp136,5 triliun.
"Betul. Fasilitasi pemerintah via PINA kali ini senilai Rp136,5
triliun, " kata CEO PINA, Ekoputro Adijayanto, menjawab pers usai
menghadiri Infrastructure Insight Forum 2017 di Jakarta, Rabu (22/11).
Menurut Ekoputro, melalui PINA, pemerintah mendorong agar pembiayaan
infrastruktur ke depan tidak hanya bersumber dari APBN, tetapi juga
dari pihak lain secara kreatif.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan kepada
Direktorat Jenderal Pajak untuk merelaksasi pajak beberapa instrumen
investasi di pasar modal dalam rangka mendukung pembangunan
infrastruktur sehingga diminati investor.
"Dengan relaksasi perpajakan pada instrumen-instrumen pasar modal di
aset infrastruktur dapat berkembang lebih pesat, lebih kompetitif, dan
menarik minat investor baik asing maupun domestic," ujar Kepala
Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen di Jakarta, Jumat (17/11).
Ia menyampaikan produk pasar modal yang diusulkan relaksasi
perpajakannya yakni obligasi korporasi, reksa dana penyertaan terbatas
(RDPT), Dana investasi real estate (DIRE), efek beragun aset (EBA), dan
dana investasi infrastruktur (Dinfra).
Investasi swasta solusi terbatasnya ruang fiskal pemerintah
Selasa, 12 Desember 2017 11:06 WIB