Solo (ANTARA GORONTALO) - Asosiasi Industri Animasi dan Kreatif Indonesia
(AINAKI) mengeluhkan industri perbankan dan lembaga keuangan formal lain
yang lamban dalam meningkatkan kreditnya untuk industri kreatif,
termasuk untuk pengukuhan karya inovasi melalui hak kekayaan intelektual
(Intellectual Property/IP).
Ketua AINAKI Ardian Elkana dalam bincang-bincang media dengan Bank
Indonesia Perwakilan DKI Jakarta di Solo, Kamis, mengatakan akses
pendanaan dari lembaga keuangan sangat dibutuhkan untuk investasi IP di
sektor perfilman. Pasalnya, kebutuhan IP untuk perfilman bisa mencapai
3,2 juta dolar AS.
"Kalau saya ke bank, mereka lebih pilih servis (jasa) saja. Jawaban
kami, kami tidak butuh pendanaan servis karena kami sudah tahu semua
berapa pendanaannya. Yang kami butuhkan adalah saat kami harus
berinvestasi di IP," ujar Ardian
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak
Cipta, hak kekayaan intelektual yang berupa hak cipta sebenarnya dapat
dijadikan sebagai jaminan fidusia, sehingga bisa dijadikan agunan
perbankan.
Sayangnya, hingga saat ini, kata Ardian, belum ada lembaga keuangan formal yang memberikan akses permodalan di IP.
"Yang ada baru investasi private equity, atau dari kocek sendiri. Tapi kalau kami harapkan IP dari lembaga formal, perbankan sorry to say masih nol," katanya.
Menurut dia, peluang investasi IP cukup besar, apalagi kalau sudah
ada jaminan dari pihak mitra atau industri yang bekerja sama di luar
negeri. Oleh karena itu, ke depan dia berharap industri perbankan dapat
melirik peluang investasi IP di industri animasi dan kreatif.
"Kita ingin Investasi dari kredit minimal suku bunga 5-7 peesen
masih masuk akal, kita masih berani. Tapi perbankan bilangnya menunggu
aturan teknis dari Otoritas Jasa Keuangan dan BI supaya mereka bisa
menggunakan itu untuk jaminan," katanya.
Kredit perbankan perlu ditingkatkan untuk ekonomi kreatif
Kamis, 14 Desember 2017 12:14 WIB