"Ini (Industri 4.0) adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, negara kita masih cukup (jumlahnya) tenaga kerjanya dan ini malah menjadi keuntungan," kata Wapres Jusuf Kalla kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Wapres juga menyebut bahwa otomatisasi yang merupakan bagian dari Industri 4.0 tidak bisa dihindari, namun dirinya berpesan bahwa Indonesia juga harus berhati-hati dalam menyikapi otomatisasi untuk hal-hal tersebut karena tidak semua Industri 4.0 harus robot.
"Kalau semua robotik siapa yang bekerja, kalau tidak ada yang bekerja maka siapa yang mau menjadi konsumen? Maka harus diciptakan produktivitas yang lain, di bidang pertanian dan sebagainya. Kita harus memilih otomatisasi yang dapat menimbulkan lapangan kerja baru," ujar Wapres.
Terkait Revolusi Industri yang dipengaruhi kemajuan teknologi, Wapres mencontohkan bagaimana ketika semua orang memiliki handphone otomatis warung-warung telekomunikasi alias wartel hilang, namun digantikan penjual-penjual pulsa telepon.
Wapres Jusuf Kalla membuka sekaligus menjadi keynote speaker dalam gelaran Seminar dan Dialog Nasional "Kesiapan Tenaga Kerja Indonesia" terkait Revolusi Industri 4.0.
Sebelumnya (1/1/2019), Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai kunci mendongkrak daya saing industri di era digital.
Di dalam Making Indonesia 4.0, aspirasi besarnya adalah mewujudkan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.
Menperin mengemukakan, peta jalan tersebut mampu merevitalisasi industri manufaktur nasional agar lebih berdaya saing global di era digital.
Adapun lima sektor yang telah dipilih dan mendapat prioritas pengembangan untuk menjadi pionir dalam penerapan revolusi industri 4.0, yakni industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, dan industri elektronika.