Jakarta (ANTARA) - Kepala Biro Penerangan Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan pelaku teror yang berbaiat kepada ISIS menganggap bila melakukan teror di Bulan Ramadhan, memiliki keistimewaan tersendiri karena bila dalam aksi tersebut mereka meninggal, maka mereka meninggal secara syahid.
"Ada kepercayaan di kelompok tersebut bahwa bila melakukan 'amaliyah' (aksi teror) di bulan Ramadhan, kalau mereka bomber, mereka meninggal dalam keadaan syahid," kata Brigjen Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.
Mereka pun menyasar markas polisi sebagai sasaran aksi teror mereka karena merasa dendam selama ini polisi khususnya Densus 88 Antiteror terus menangkap para anggota kelompok teroris.
"Karena selama ini aparat menegakkan hukum kepada kelompok teroris. Densus tak henti-hentinya melakukan penangkapan, juga melakukan pencegahan," katanya.
Pada Senin (3/6) malam atau "H-2 Lebaran", terjadi peristiwa bom bunuh diri di Pos Pantau Lalu Lintas Tugu Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, yang dilakukan oleh pemuda 22 tahun berinisial RA. RA diketahui terpapar paham radikal ISIS. Belum ada dugaan RA terlibat kelompok teroris tertentu.
Beberapa tahun lalu, kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke ISIS, melancarkan aksinya di markas-markas polisi, beberapa saat sebelum Lebaran.
Pada tahun 2016, terjadi peristiwa bom bunuh diri sehari sebelum perayaan Idul Fitri. Tepatnya pada Selasa 5 Juli 2016, pelaku bernama Nur Rohman aksi bom bunuh diri di Mapolres Kota Surakarta.
Kemudian pada 2017, tepatnya Minggu 25 Juni 2017 dini hari, selang beberapa jam sebelum perayaan Idul Fitri tahun 2017, dua pelaku bernama Ardial Ramadhan dan Syawaluddin Pakpahan menyerang pos penjagaan di Mapolda Sumatera Utara. Seorang polisi gugur akibat lehernya digorok oleh pelaku. Ardial akhirnya meninggal di lokasi kejadian setelah ditembak polisi
Polri sebut teroris anggap teror di Ramadhan ganjarannya mati syahid
Selasa, 4 Juni 2019 16:14 WIB