Sidoarjo (ANTARA News) - Ratusan warga Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, Jumat kembali memblokade jalur alternatif di bekas Jalan Tol Porong-Gempol karena hingga kini belum ada kejelasan ganti rugi rumah dan lahan yang kena dampak lumpur panas. Warga berkumpul di bekas Jalan Tol Porong-Gempol km 41. Selanjutnya warga menghentikan sejumlah truk pengangkut sirtu yang akan lewat menuju kawasan pusat semburan. Warga meminta agar muatan truk diturunkan di tengah jalan. Aksi demo kali ini tidak hanya didominasi orangtua, anak-anak juga ikut serta. Salah satu warga tampak histeris ketika aksi baru dimulai. "Bagaimana nasib kami? Tolong perhatikan kami," teriak Ny Siti, salah satu pendemo. Terusir dari kampung halamannya tidak digantirugi?! Akibat lumpur itu saat ini, warga Desa Besuki yang terusir dari kampung halamannya masih bertahan di tenda-tenda darurat yang dibangun warga di sepanjang bekas Jalan Tol km 41. Warga tidak bisa berbuat apa-apa karena selama ini belum ada ganti rugi apapun yang diterima, meski sebelumnya pemerintah sudah memasukkan kawasan Desa Besuki ini masuk dalam peta area terdampak. "Tapi mana buktinya? Sampai sekarang tidak ada kejelasan," teriak Mursyid, warga lainnya dengan lantang. Aksi serupa, kata Mursyid, sudah berkali-kali dilakukan warga, namun tidak satu pun instansi terkait merespon nasib warga Besuki yang berjumlah sekitar 300 KK. "Kami minta agar pemerintah Sidoarjo atau siapa saja yang terkait dan berkepentingan dengan ganti rugi untuk warga Besuki cepat tanggap dan melakukan upaya penyelesaian ganti rugi," katanya. Sejumlah petugas dari Polres Sidoarjo yang mengamankan jalannya aksi mencoba untuk melakukan negosiasi dengan warga, namun hingga sore warga belum mau beranjak dari tumpukan sirtu yang menutup jalur tersebut. Bahkan sejumlah warga mengatakan akan terus bertahan dengan menutup jalur tersebut sampai ada kejelasan ganti rugi. "Kami minta ada pihak yang berkepentingan datang ke sini dan menjelaskan sampai kapan warga harus menunggu untuk mendapat ganti rugi," kata seorang pendemo.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008