Perlu dipahami, dalam proses OTT, barang bukti yang diamankan adalah transaksi saat itu. Di sinilah OTT dapat menjadi pintu masuk membuka praktik-praktik korupsi yang sebenarnya.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa operasi tangkap tangan (OTT) "recehan" atau uang yang diamankan cukup kecil nominalnya saat OTT bisa berkembang menjadi praktik korupsi dengan jumlah yang besar.

"Jadi, jangan selalu juga ada anggapan, oh, itu OTT "recehan" yang ditangkap pada saat itu "recehan" tetapi korupsi yang terlibat di dalam perkara yang sebenarnya selalu besar bukan cuma yang tertangkap pada saat pemberian itu saja," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Hal tersebut dikatakannya menanggapi penetapan mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Penetapan Sunjaya sebagai tersangka TPPU tersebut merupakan pegembangan perkara suap terkait perizinan di Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Perkara itu berawal dari kegiatan tangkap tangan pada 24 Oktober 2018. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti uang tunai Rp116 juta dan bukti setoran ke rekening total Rp6,4 miliar.

Baca juga: Mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra tersangka pencucian uang

Baca juga: KPK: Penerimaan gratifikasi Sunjaya Purwadisastra Rp50 miliar


Saat itu, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu Sunjaya Purwadisastra dan mantan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon Gatot Rachmanto (GAR).

Keduanya telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Bandung.

"Perkara ini merupakan salah satu contoh berkembangnya OTT dengan nilai barang bukti awal uang yang hanya sebesar Rp116 juta tetapi menjadi bentuk korupsi lain dan pencucian uang dengan nilai Rp51 miliar," ungkap Syarif.

Untuk diketahui, total penerimaan tersangka Sunjaya dalam perkara TPPU adalah sebesar sekitar Rp51 miliar.

"Perlu dipahami, dalam proses OTT, barang bukti yang diamankan adalah transaksi saat itu. Di sinilah OTT dapat menjadi pintu masuk membuka praktik-praktik korupsi yang sebenarnya," kata Syarif.*

Baca juga: Kementerian BUMN berharap kasus INTI jadi korupsi terakhir

Baca juga: Kementerian BUMN copot Dirut Perum Perindo tersangka suap impor ikan

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019