Kendari (ANTARA) - Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kendari, Faisal Habibie mengatakan puting beliung yang terjadi di daerah Wakatobi, Kamis berasal dari awan cumulonimbus, dengan durasi singkat dan skala lokal.

"Dari hasil pantauan analisa dinamika atmosfer radar cuaca dan citra satelit cuaca terdeteksi ada awan cumulonimbus yang cukup besar menutupi Sulawesi Tenggara bagian selatan termasuk Wakatobi," kata Faisal, di Kendari, Kamis.

Ia menjelaskan awan cumulonimbus ini terjadi akibat mulai menguatnya angin baratan yang membuat pola pertemuan angin (konvergensi) di bagian Selatan Sultra.

"Kelembaban udara juga pada lapisan rendah sampai pada 700 mb juga relatif lembab berkisar 70-90 persen, ditambah dengan hangatnya suhu muka laut di perairan Selatan Sultra juga menambah suplai uap air sehingga pertumbuhan awan cukup tinggi di bagian Selatan Sultra," jelasnya.

Baca juga: Angin puting beliung di NTT akibat munculnya awan cumulonimbus
Baca juga: Hilangnya Helikopter bertepatan dengan munculnya awan cumulonimbus


Ia mengimbau masyarakat agar selalu waspada dan siaga terhadap peningkatan curah hujan yang masih berpotensi dua hari ke depan, terutama Sultra bagian Selatan seperti Baubau, Buton Selatan Buton, Buton Tengah, Wakatobi, Buton Utra, Muna, Muna Barat, Bombana, Konawe Selatan, dan Kota Kendari.

Masyarakat diminta untuk selalu meng-update informasi cuaca melalui infobmkg, facebook infobmkg Sultra, dan website http: bmkg.go.id

Sebelumnya pada Kamis pukul 03.00 Wita dini hari, angin puting beliung memporak-porandakan 10 unit rumah warga di tiga desa di daerah Kabupaten Wakatobi.

Ketiga desa itu yang diterjang angin puting beliung yakni Desa Mola Nelayan Bakti, Kelurahan Mandati III dan Desa Fungka.

Baca juga: BMKG: ada pertumbuhan awan konvektif di Banjarnegara
Baca juga: Cumulonimbus, awan maut yang dikaitkan dengan QZ8501
Baca juga: Maskapai penerbangan diminta waspadai awan cumulonimbus

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020