Jakarta (ANTARA) - Pengamat sosial Maman Suherman mengatakan literasi bukan hanya soal baca tulis melainkan mengajak orang untuk bergerak bersama dan memberdayakan.

"Jadi persoalan literasi ini bukan hanya mengarah pada baca tulis, melainkan mengajak orang untuk bergerak bersama-sama," ujar Maman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Dia menambahkan saat ini banyak gerakan literasi yang diinisiasi oleh anak muda. Gerakan-gerakan sosial yang dilakukan kaum muda dipercaya mampu memberi pengaruh tidak hanya untuk masyarakat seumuran, melainkan juga untuk orang-orang yang usianya lebih di atasnya.

Baca juga: Taman Bacaan Masyarakat di Yogyakarta buka Angkringan Literasi

Gerakan literasi yang dilakukan oleh anak-anak muda dipercaya menimbulkan efek domino untuk masyarakat secara lebih luas, tanpa memandang usia.

"Itu membanggakan, membahagiakan, membangkitkan optimisme bahwa tidak mungkin menggerakkan tidak hanya sesama anak muda, tetapi juga orang tua,” papar dia.

Maman tidak menampik bahwa memang banyak gerakan literasi yang dilakukan anak muda memang masih dalam skala kecil. Namun, bukan berarti gerakan tersebut tidak berpengaruh. Kolaborasi menjadi kuncinya.

“Anak muda tahu bagaimana cara membuat yang kecil menjadi besar dengan cara berkolaborasi. Kata kunci di era disrupsi ini adalah kolaborasi. Kalau mereka mampu berkomunikasi dengan baik, mampu berkolaborasi, tetap mampu berpikir kritis, gerakan ini bakal menjadi besar,” tutur Maman.

Seorang anak muda, Michelle Setiawan, menjadi salah satu anak muda yang mencoba memupuk gerakan literasi yang cukup unik, yang mana biasanya gerakan literasi menyasar sekolah, pelajar berusia 16 tahun justru memilih puskesmas sebagai wadah untuk menyalurkan buku-buku yang hendak diberikannya kepada khalayak.

Baca juga: DPR dorong keseriusan peningkatan literasi

Aksi sosial yang dilakukannya itu tak lain karena ia prihatin terhadap kondisi indeks literasi Indonesia yang masih rendah.

“Saya tahu, indeks baca Indonesia itu nggak tinggi. Padahal saya pikir, orang harus banyak baca buku untuk menyelesaikan masalahnya,” cerita Michelle.

Kondisi literasi di Indonesia memang memprihatinkan, Berdasarkan Survei World Culture Index pada tahun 2018 kemarin, tingkat literasi dan membaca Indonesia hanya berada di rangking 60 dari 61 negara.

Di sisi lain, Michele menyadari kesukaan membaca dapat memberikan pola pikir yang lebih baik bagi tiap orang sehingga memiliki opsi lebih banyak untuk menyelesaikan beragam masalah. Michelle sendiri termasuk orang yang hobi membaca. Jika libur sekolah, ia bahkan bisa menghabiskan 10 buku untuk dibaca hanya dalam waktu sebulan.

“Kalau saya sedang sekolah, paling cuma 4 buku, tapi kalau ketika libur bisa sampai 10 buku," terang Michelle.

Michelle membuat perpustakaan mini dari hasil keringatnya sendiri, yang mana uang untuk membeli buku dan raknya ia dapatkan dari bekerja sampingan membuat konten.

Saat ini, sejumlah perpustakaannya sudah berdiri di beberapa puskesmas di Jakarta Selatan. Di antaranya adalah Puskesmas Pulo dan Puskesmas Kebayoran Baru. Michelle berharap bisa memberi sumbangan buku ke seluruh puskesmas yang ada di Jakarta.

“Sekarang kami masih cari-cari puskesmas yang lain,” ungkap Michelle.

Michele memilih tempat berobat untuk mendirikan perpustakaan, karena dengan membaca buku bisa mengalihkan ketakutan tersebut.

Oleh karena itu, ia berharap anak-anak kecil yang berobat ke puskesmas juga bisa merasakan ketenangan sebelum berobat dengan dibacakan buku oleh orangtuanya.

“Puskemas kan banyak anak-anak kecil. Ibu dan ayahnya bisa cerita ke anak-anak kecil. Itu juga bisa jadi meningkatkan ikatan keluarga,” terang dia.

Pemilihan tempat yang cukup unik untuk menjalankan aksi literasi dilakukan pula oleh Mila Muzakkar yang membuat Generasi Literat. Mila menyasar peningkatan literasi untuk anak-anak yang masih mendekam di penjara.

Tidak sekadar memberi bahan bacaan kepada anak-anak yang ada di hotel prodeo, Mila bersama para relawan lainnya di Generasi Literat mengajak anak-anak tersebut memahami apa yang tertuang dalam bacaan mereka dengan cara yang kreatif. Gerakan ini ia namakan sebagai Gerakan Literasi Damai.

Diharapkan dengan memahami bacaan, anak-anak tersebut dapat mengambil nilai positif yang bisa memberdayakan dan membentuk kepribadian yang lebih baik. Untuk tujuan tersebutlah, Mila sangat selektif dalam memberikan bacaan bagi anak-anak. ***3***

 

Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020