Jakarta (ANTARA) - Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim tidak mempersoalkan jika sertifikasi halal menjadi tidak mandatory (wajib) kembali atau sifatnya sukarela atau voluntary (sukarela).

"Kami posisinya, skema apapun itu siap. Skema mandatory kita siap dan skema voluntary, ya, sekarang kita sudah jalankan," kata Lukman di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Selasa.

Muncul wacana pada rancangan undang-undang tentang Omnibus Law, salah satunya mempersoalkan kewajiban sertifikasi halal bagi produk yang beredar di Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU Jaminan Produk Halal.

Baca juga: Shihlin, jajanan kaki lima khas Taiwan dapat sertifikasi halal MUI

Baca juga: IHLC-IPB kerja sama kembangkan sekolah bisnis untuk industri halal

Baca juga: Wapres: Sertifikasi halal gratis segera direalisasikan


Jika sertifikasi halal menjadi voluntary maka terdapat pasal dalam UU JPH yang direvisi melalui skema dari RUU tentang Omnibus Law yang tujuannya memudahkan investasi dalam negeri.

"Kalau skema mandatory, berarti kesempurnaannya dan kalau voluntary berarti tidak sesempurna yang kita harapkan," kata dia menyoalkan kelebihan mandatory sertifikasi halal yang memperkuat jaminan produk halal dalam negeri.

Apapun keluaran RUU tentang Omnibus Law nanti, kata dia, MUI akan siap karena sudah sejak lama memiliki berbagai kelengkapan infrastruktur sertifikasi halal.

"Skema apapun tidak ada masalah. Jangan dikatakan bahwa MUI tidak siap. Kita siap, mulai dari auditor, pemeriksa, semua siap untuk mengerjakan itu. Sudah kita hitung kesiapan kita, bukan hanya ngomong saja," kata dia.*

Baca juga: Wapres Ma'ruf pimpin rapat pelaksanaan jaminan produk halal

Baca juga: Sri Mulyani pastikan proses sertifikasi produk halal gratis bagi UMK

Baca juga: BPJPH: Biaya sertifikasi halal masih mengacu ke LPPOM

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020