Kupang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) memberikan bantuan sosial bagi keluarga korban "perang tanding" antara Suku Kwaelaga dan Suku Lamatokan di Pulau Adonara.

Bantuan sosial itu berupa beras sebanyak 700 kg, kopi dan gula pasir dan diterima oleh perwakilan dari dua suku, kata Wakil Bupati Flores Timur, Agus Payong Boli, Minggu, terkait perkembangan penyelesaian "perang tanding" di Pulau Adonara.

Baca juga: Pemakaman enam korban "perang tanding" di Adonara dijaga ketat aparat

Baca juga: Konflik di Adonara perlu diselesaikan melalui pendekatan adat

Baca juga: Ratusan personel BKO ditarik dari Sandosi Pulau Adonara


"Perang tanding" tersebut sebagai buntut dari saling klaim lahan di Wulen Wata, Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara yang terjadi pada (5/3) 2020 itu menyebabkan enam orang meninggal.

"Saya baru kembali mengunjungi keluarga korban dua suku dalam rangka 'epu rebun' (silatuhrami ala Lamaholot), dan mengunjungi makam enam korban perang tanding, sekaligus menyerahkan bantuan sosial untuk keluarga korban," kata Agus Boli ketika menghubungi ANTARA dari Flores Timur.
 
Sejumlah personil TNI sedang menjaga keamanan di Pulau Adonara saat terjadi 'perang tanding' di pulau itu beberapa waktu lalu. (ANTARA/Bernadus Tokan)


Dia mengaku, warga desa menerima kunjungannya dalam suasana haru dan suka cita di rumah adat Suku Kwaelaga, dan dua rumah lainnya di Suku Lamatokan.

"Semua keluarga dan orang-orang tua adat menerima kami dalam suasana haru dan suka cita," katanya.

Dalam pertemuan itu, dia dia juga mengingatkan warga untuk tetap waspada terhadap bahaya virus Corona (COVID-19) dengan cara jaga jarak, hindari kerumunan, pakai masker, selalu cuci tangan dan tetap di rumah.

"Saya juga mengingatkan mereka tentang bahaya penyebaran COVID-19, sekaligus membagi masker kepada keluarga korban," katanya.

Dia mengatakan, kunjungan kepada keluarga korban ini, sekaligus merasakan langsung suasana batin keluarga, dan keadaan desa Sandosi dan Tobitika pascapertikaian perebutan tanah, yang berujung pada terbunuhnya enam nyawa dari ke dua suku.

"Saya merasa sangat bahagia dan senang karena suasana damai sangat terasa di keluarga ke dua suku dari Desa Sandosi maupun Tobitika," kata Agus Boli menambahkan.

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020