Jakarta (ANTARA) - Hakim yang menyidangkan kasus kopi sianida dengan terdakwa Jessica Wongso, yakni Binsar M Gultom, salah satu peserta uji publik calon anggota Komisi Yudisial (KY) menyampaikan optimismenya bisa mengharmonisasikan KY dan Mahkamah Agung.

Binsar yang saat ini masih aktif menjadi hakim Pengadilan Tinggi Banten masuk pada kelompok sesi kedua, Selasa, pada pelaksanaan uji publik yang digelar melalui aplikasi "zoom" selama dua hari, 20-21 Juli 2020.

Pada awal pemaparannya, Binsar yang merupakan pengajar pascasarjana Universitas Esa Unggul Jakarta menyatakan kehadiran KY di Indonesia adalah sebagai "supporting unit" untuk memperkuat independensi kekuasaan kehakiman yang dipegang MA, bukan untuk memperlemah.

Baca juga: Pansel KY gelar uji publik 55 kandidat secara daring

Binsar yakin mampu menjalin kembali hubungan kerja sama yang baik secara kekeluargaan dengan pimpinan MA dan empat badan peradilan dengan melibatkan DPR selaku perwakilan rakyat.

"Kehadiran saya di KY diharapkan dapat menyelesaikan kebuntuan persoalan MA dan KY yang selama ini kurang harmonis, sehingga tercipta visi-misi MA dan KY demi peradilan yang agung," ujarnya saat "teleconference".

Binsar juga berencana membuat pedoman teknis ruang lingkup pengawasan MA dan KY berdasarkan Surat Keputusan Bersama Nomor 47 dan 02 Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim sehingga saat penjatuhan sanksi etik dari MA tidak perlu lagi dipersoalkan oleh KY.

Dengan metode pemeriksaan berdasarkan peraturan bersama MA-KY Nomor 2 Tahun 2012, kata dia, jabatan hakim mendapat kepercayaan dari publik.

Baca juga: Hakim "kopi sianida" bersaing menjadi calon komisioner KY

"Selain itu, pergaulan KY sehari-hari berada di lingkungan peradilan, dengan memberdayakan tim penghubung yang akuntabel dan profesional, juga memasang jaringan CCTV di seluruh satuan kerja pengadilan yang terkoneksi secara 'online' dengan KY sehingga dengan mudah mengawasi perilaku hakim dan persidangan," ujar hakim yang pernah bertugas di PN Dili, Timor Timor (sekarang negara Timor Leste) itu.

Ia juga menilai pemeriksaan hakim oleh KY sebaiknya dilakukan secara tertutup atau tidak dipublikasi, sampai hakim itu terbukti bersalah dan dikenai sanksi, demi menjaga kehormatan hakim dan pengadilan.

"Kalau kita lihat di Portugal dan Belanda, itu hakim yang menerima suap, misalnya, akan diperiksa dan ditanya, mau mengaku bersalah atau tidak, jika mengaku, akan dipersilakan mengundurkan diri dari jabatan hakim, jika tidak, baru diproses hukum, dan disiarkan ke publik,” tuturnya.

Binsar juga pernah menjadi hakim pada sidang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat terkait keterlibatan TNI dalam penyerangan milisi ke Keuskupan Dili, dan rumah Uskup Belo, pada 5 dan 6 September 1999 silam.

Baca juga: KY libatkan KPK dan PPATK dalam seleksi calon hakim agung

Sementara itu, Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai yang juga menjadi peserta seleksi memaparkan sejumlah strategi untuk mewujudkan KY yang kuat, berwibawa, dan memiliki jaringan yang kuat, antara lain memastikan terciptanya soliditas komisioner KY.

Kemudian, meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan MA karena KY menyatakan sebagian besar rekomendasinya tidak dijalankan, namun MA menganggap KY terlalu ikut campur dalam independensi hakim.

Panitia Seleksi Calon Anggota KY menggelar uji publik terhadap 55 kandidat yang lolos seleksi tertulis secara "online" untuk menjadi anggota KY 2020-2025.

Ketua Panitia Seleksi Calon Anggota KY Maruarar Siahaan mengatakan para peserta pada setiap sesi diminta untuk memaparkan isi makalah selama lima menit, selanjutnya ada pertanyaan dari moderator, tanya jawab dengan audiens, dan pernyataan penutup dari setiap peserta.

Baca juga: Komisi Yudisial perpanjang WFH hingga 22 Juli 2020

Uji publik melibatkan sejumlah praktisi dan pegiat hukum di Indonesia untuk menggali visi misi para kandidat, dengan pelaksanaan yang dibagi menjadi beberapa sesi dengan konsep 11 peserta per sesi.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020