Palu (ANTARA) - Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah Dr Arifuddin M Arif mengemukakan Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud perlu dikaji kembali dengan memperhatikan beberapa aspek.

“Iya, program ini perlu dikaji ulang baik aspek sistem rekrutmen kriteria dan alat ukur penetapan anggota POP maupun signifikansi dan relevansi program.,” ucap Arifuddin menanggapi program POP Kemendikbud di Palu, Senin.

Baca juga: Ormas sebut seleksi Program Organisasi Penggerak ketat

Mestinya, menurut Arifuddin, program ini berpihak pada semangat yang mendukung pada pemecahan problem, dari implementasi pendidikan dan pembelajaran di masa pandemi COVID-19.

Ia mengapresiasi keinginan Mendikbud beserta jajaran di Kemendikbud terkait dengan POP itu, untuk terus melakukan ikhtiar dan terobosan untuk memajukan pendidikan nasional.

“Namun, pendekatannya juga harus tepat dan paradigma programnya tidak melenceng dari khittah pendidikan nasional dengan orientasi pada 'human investmen oriented',” ucapnya.

“Jika semangat, substansi, konteks, dan konten program POP ini sama saja dengan apa yang telah dilakukan dan dikembangkan oleh satuan pendidikan bersama guru, baik PGRI, MGMP, KKG, dan warga sekolah lainnya dalam bentuk kegiatan penguatan infrastruktur dan kemampuan pembelajaran. Mengapa anggaran yang dipersiapkan untuk POP selama dua tahun itu tidak distimulasi saja ke satuan pendidikan di seluruh Indonesia,” katanya.

Baca juga: Legislator desak Kemendikbud buka kriteria seleksi POP

Baca juga: Kemendikbud targetkan POP jangkau 70.000 guru dan 12.000 sekolah


Satuan pendidikan tersebut, katanya, telah bergerak jauh dan pontang-panting menormalisasi pembelajaran di era adaptasi kebiasaan baru dengan segala keterbatasannya, namun semangatnya sangat luar biasa. “Ini yang harus menjadi perhatian dari Kemendikbud,” ujarnya.

Menurut dia, nilai anggaran yang begitu besar dipersiapkan untuk POP, sangat berarti kalau diberikan kepada satuan-satuan pendidikan untuk digunakan memperkuat infrastruktur pembelajaran serta diberikan kepada guru, terutama guru honorer dan orang tua siswa yang ekonominya lemah, sebagai dukungan psiko-finansial dalam melaksanakan pembelajaran di masa adaptasi kebiasaan baru pandemi COVID-19 ini.

Baca juga: FSGI : Mundurnya NU dan Muhammadiyah tunjukkan ada yang janggal

“Kemendikbud tinggal melihat satuan pendidikan mana yang harus diberikan stimulan kategori gajah, macan dan kijang. Bukan justru diberikan ke organisasi yang berafiliasi korporasi,” ungkap Arifuddin yang juga Direktur Education Development Center (EnDeCe) Sulteng.

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020