Jakarta (ANTARA) - Pakar Studi Gambut dan Paleoekologi Prof. Dr. Dr. h.c. Hans Joosten mengemukakan paludikultur mungkin menjadi salah satu solusi untuk memastikan proses konservasi gambut dengan membasahinya tetap bisa dilakukan bersamaan dengan produksi di lahan gambut.

"Kita tidak bisa membanjiri lahan gambut di seluruh dunia dan membuatnya tidak bisa berproduksi. Kita sudah mengeringkan puluhan juta hektare gambut untuk membuatnya memproduksi sesuatu yang bisa digunakan orang," kata akademisi dari Universitas Greifswald di Jerman itu dalam diskusi Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dipantau dari Jakarta, Selasa.

Baca juga: Paludikultur dikembangkan untuk pengelolaan gambut berkelanjutan

Kenyataan bahwa puluhan juta hektare lahan gambut telah menjadi sumber produksi, membuat dibutuhkan solusi menjaga produksi di lahan yang basah, yaitu paludikultur, kata Hans.

Paludikultur adalah budaya tanaman tanpa mengeringkan yang dilakukan di lahan gambut yang basah atau telah dilakukan pembasahan dengan vegetasi rawa asli gambut. Pemilihan vegetasi itu tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tapi juga menghasilkan biomassa untuk membantu pembentukan gambut.

Menurut Hans, paludikultur bisa menjadi salah satu solusi dalam program restorasi gambut Indonesia dengan menanam jenis vegetasi yang cocok untuk lahan gambut basah, seperti tanaman jelutung yang getahnya bisa disadap untuk kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar.

Baca juga: BRG: Pembangunan infrastruktur pembasahan gambut libatkan masyarakat

Baca juga: BRG lakukan empat tahapan pulihkan ekosistem gambut


Di kawasan tropis, kata dia, restorasi dan paludikultur tidak hanya membutuhkan lahan basah, tapi penanaman kembali hutan karena pohon memegang peranan penting dalam ekosistem hidrolik alami yang penting ketika musim kemarau untuk menjaga kebasahan gambut.

Guru Besar Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Ir. Azwar Maas, M.Sc mengatakan paludikultur adalah konsep yang bagus untuk lahan gambut, tapi harus dengan sistem tanam ganda atau multiple cropping, karena bisa saja dengan penanaman seperti itu tanaman dapat berbagi nutrisi, mengingat lahan gambut memiliki masalah dengan daya pegang nutrisi karena 90 persen terdiri dari air dan rongga.

"Kalau monokultur itu semuanya meminta (nutrisi) dan semuanya harus diberikan dari luar kalau ingin sesuai dengan kebutuhan tanaman," kata Azwar.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020