Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri proses perizinan usaha tambak di Kabupaten Kaur, Bengkulu dari pemeriksaan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kaur Edwar Heppy pada Kamis (14/1).

KPK memeriksa Edwar sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus suap oleh penyelenggara negara terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

"Dikonfirmasi mengenai pengetahuannya terkait proses perizinan usaha tambak di wilayah Kabupaten Kaur, Bengkulu," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Edhy dicecar soal tim uji tuntas perantara "fee" ekspor benih lobster

Dalam penyidikan kasus itu, KPK pada Senin (11/1) juga telah memanggil Bupati Kaur Gusril Pausi. Namun, ia tidak hadir dan akan diagendakan pemanggilan kembali.

Saat dikonfirmasi, Gusril mengaku tidak pernah mendapat surat panggilan pemeriksaan dari KPK.

Selain Suharjito, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya, yakni mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Safri (SAF), Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Andreau Pribadi Misata (APM),

Selanjutnya, Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/Sekretaris Pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.

Baca juga: KPK panggil ulang Bupati Kaur Gusril Pausi

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri serta Andreau.

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Baca juga: KPK periksa Edhy Prabowo, sita tas dan baju bermerek
Baca juga: KPK panggil Dirjen Perikanan Budidaya KKP

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021