Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyebut jaksa Pinangki Sirna Malasari juga diduga terlibat dalam pengurusan grasi untuk mantan Gubernur Riau Annas Maamun sebagai terpidana perkara suap alih fungsi hutan.

"Berdasarkan barang bukti digital pada 26 November 2019 pukul 6.13 - 7.50 PM ditemukan percakapan terdakwa dengan saksi Anita Kolopaking terkait grasi Annas Maamun," kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

Hakim Eko menyampaikan hal tersebut dalam pembacaan vonis terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari.

"Percakapan ini membuktikan selain terkait Djoko Tjandra, terdakwa biasa mengurus perkara dengan saksi Anita Kolopaking, khususnya terkait dengan Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung," tambah hakim Eko.

Annas Maamun diketahui sudah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, pada 21 September 2020.

Baca juga: Ditjenpas nyatakan mantan Gubernur Riau Annas Maamun telah bebas

Annas Maamun mendapat hukuman 7 tahun penjara berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).

Hukuman itu bertambah 1 tahun dari vonis Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015 dalam perkara korupsi alih fungsi lahan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.

Dalam perkara tersebut, Annas terbukti menerima suap sebesar Rp500 juta dari pengusaha Gulat Medali Emas Manurung yang saat itu menjabat Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia.

Suap itu diberikan agar Annas memasukkan permintaan Gulat Manurung dalam surat Gubernur Riau tentang revisi kawasan hutan meskipun lahan yang diajukan bukan termasuk rekomendasi tim terpadu.

Namun Presiden Joko Widodo memberikan grasi melalui Keputusan Presiden 23/G Tahun 2019 sehingga hukuman bagi Annas Maamun berkurang 1 tahun menjadi 6 tahun penjara setelah Annas mendapat grasi pada 26 Oktober 2019.

Baca juga: Jaksa Pinangki terbukti lakukan pencucian uang senilai Rp5,253 miliar

Dalam kasusnya, Annas didakwa menerima tiga penerimaan suap. Pertama, menerima suap 166.100 dolar AS dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut terkait kepentingan memasukkan areal kebun sawit dengan total luas 2.522 hektar di 3 kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

Kedua, menerima suap Rp500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung. Pemberian itu terkait dengan pengerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau.

Ketiga, menerima suap Rp3 miliar dalam bentuk dolar Singapura dari Surya Darmadi melalui Suheri Terta. terkait kepentingan memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT. Darmex Argo dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau. Namun dugaan penerimaan suap tersebut oleh hakim dinyatakan tidak terbukti.

Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam perkara ini divonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima suap 500 ribu dolar AS, melakukan pencucian uang sebesar 375.279 dolar AS atau setara Rp5.253.905.036 serta melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking dan Djoko Tjandra untuk menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejagung dan MA.

Baca juga: Hakim ungkap isi "action plan" berisi nama Burhanuddin dan Hatta Ali

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021